Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Prof Dr H Abdul Kadir, PHD, Sp THT-KL (K), MARS, menegaskan bahwa semua pembiayaan pasien COVID-19 akan ditanggung oleh pemerintah. Hal ini sudah diatur dalam undang-undang tentang wabah penyakit menular.

“Berdasarkan undang-undang wabah maka pemerintah memiliki kewajiban untuk menanggung semua pembiayaan yang terdampak wabah penyakit ini, termasuk COVID-19,” kata Prof Kadir dalam diskusi virtual Forum Merdeka Barat 9 di YouTube, Rabu (27/1/2021).

Namun, belakangan beredar kabar tentang adanya keluarga pasien COVID-19 yang diminta untuk membayar secara pribadi sebagian obat-obatan selama menjalani perawatan.

Terkait hal ini, Prof Kadir mengatakan bahwa tidak dibenarkan jika ada pasien COVID-19 yang diminta untuk membayar perawatan secara pribadi dan tidak dibenarkan juga bagi rumah sakit rujukan untuk meminta pembayaran kepada pasien.

Namun, Prof Kadir mengaku ada beberapa kondisi tertentu yang membuat pasien COVID-19 harus mengeluarkan uang secara pribadi untuk pembiayaan perawatan. Di antararanya sebagai berikut.

1. Pasien ingin naik kelas pelayanan

Prof Kadir menjelaskan, terkadang ada beberapa pihak dari pasien COVID-19 yang menginginkan untuk dinaikkan kelas pelayanan rawat inapnya di rumah sakit. Misalnya, pasien tersebut ingin dirawat di ruangan VIP (very important person).

“Beberapa pertimbangan dari keluarga pasien yang semestinya itu ditanggung, tapi karena keluarga pasien itu sendiri ingin mendapatkan pelayanan yang lebih, sehingga dia naik kelas. Misalnya, dari kelas yang ditanggung pemerintah, kemudian dia minta naik ke kelas satu atau VIP tentu ini ada selisih,” jelasnya.

“Selisih ini kadang-kadang dimintakan kepada pasien, ini juga karena kenaikan kelas, yang ditanggung pemerintah tidak ke VIP dan sebagainya,” lanjutnya.

2. Perawatan melebihi standar

Prof Kadir mengatakan, setiap rumah sakit rujukan Corona telah diimbau untuk memberikan pengobatan sesuai dengan tata laksana dari buku panduan pelayanan pasien COVID-19, yang di mana di dalamnya telah diatur strategi pengobatan yang akan diberikan kepada pasien.

“Tentunya ada obat-obatan dasar, misalnya, antivirus, obat simptomatik, vitamin, dan lain-lain itu yang ada di dalam protokol pengobatan itu,” ucap Prof Kadir.

Namun, kata Prof Kadir, terkadang ada beberapa penanganan yang sangat kritis, sehingga pasien harus diberikan obat-obatan yang sangat mahal di luar yang telah ditetapkan pemerintah.

“Misalnya, dilakukan perawatan ICU, kadang-kadang di situ memang diberikan obat-obatan yang sangat mahal. Tetapi, ini kadang-kadang dimintakan persetujuan pasien,” ujarnya.

“Ini juga masalah buat kita semua, karena pasien ingin sembuh, tetapi obat-obatnya sangat mahal yang kadang-kadang oleh rumah sakit dimintakan pembayaran kepada pasiennya,” tuturnya.

 

Editor : Parna

Sumber : detiknews