Pemerintah Amerika Serikat menyatakan China melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Uighur dan suku minoritas lain di Provinsi Xinjiang.

Keputusan itu disampaikan menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Donald Trump.

Dilansir Reuters, Rabu (20/1), pernyataan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, sehari sebelum pelantikan Presiden terpilih, Joe Biden.

Pompeo menyatakan pernyataan itu disampaikan setelah mempelajari secara seksama fakta-fakta terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah China terhadap etnis Uighur dan minoritas lain di Xinjiang sejak Maret 2017.

“Saya meyakini genosida masih berjalan, dan kami melihat ada upaya sistematis untuk menghancurkan etnis Uighur oleh negara dan Partai Komunis China,” kata Pompeo.

Keputusan pemerintah AS menetapkan China melakukan genosida terhadap etnis Uighur sejalan dengan Kongres.

Akan tetapi, hal itu tidak serta merta membuat AS menjatuhkan sejumlah sanksi bagi China. Namun, hal itu menjadi peringatan bagi negara lain dan pihak swasta untuk berpikir ulang jika ingin bekerja sama atau mengimpor barang yang dibuat di Xinjiang.

Pekan lalu AS melarang impor kapas dan tomat dari Xinjiang.

Xinjiang merupakan salah satu wilayah dengan jumlah ekspor kapas terbesar di dunia.

Pompeo juga mengajak negara lain untuk bergabung dan mengupayakan menjerat pihak-pihak yang bertanggung jawab atas genosida etnis minoritas di Xinjiang.

Mahkamah Internasional bisa mengusut kejahatan perang, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, terkait kasus di Xinjiang di mana China dan AS bukan negara anggota lembaga itu, maka dugaan genosida itu harus diajukan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB).

Meski begitu, kecil kemungkinan DK PBB mengajukan usulan penyelidikan dugaan genosida etnis Uighur di Xinjiang, karena bisa dipastikan China yang merupakan anggota tetap bakal menggunakan hak veto.

Infografis Jejak Muslim Uighur di Politik China(CNNIndonesia/Basith Subastian)

Calon Menlu AS pengganti Pompeo, Antony Blinken, menyatakan dia setuju terhadap keputusan menyatakan China melakukan genosida terhadap etnis Uighur.

Blinken menyatakan keputusan itu harus ditindaklanjuti oleh pemerintah AS dengan tidak mengimpor barang-barang yang dibuat dari hasil kerja paksa yang diduga diterapkan kepada etnis Uighur di Xinjiang.

“Kita harus memastikan tidak mengekspor peralatan atau memberikan teknologi yang bisa membantu penindasan itu,” kata Blinken.

Pernyataan Pompeo langsung ditanggapi oleh Kedutaan Besar China di Washington D.C. Mereka menyebut tuduhan genosida yang dilayangkan oleh pemerintah Negeri Paman Sam adalah sebuah kebohongan dan bertujuan memojokkan China.

Mereka juga menyatakan pemerintah AS terlalu ikut campur urusan dalam negeri China.

Hubungan diplomatik antara AS dan China semakin memburuk akibat tuduhan pelanggaran HAM dan perang dagang.

Menurut panel independen Badan Hak Asasi Manusia PBB pada 2018, mereka menerima laporan ada sekitar satu juta etnis Uighur dan etnis minoritas Muslim lain yang ditahan di Xinjiang. Sejumlah tokoh masyarakat Uighur meyakini terjadi genosida dan kejahatan kemanusiaan.

Pemerintah China membantah mereka memenjarakan etnis Uighur tanpa sebab. Menurut mereka, etnis minoritas di Xinjiang justru diberi pendidikan dan keterampilan di sejumlah kamp untuk membantu meningkatkan kemampuan dan perekonomian masyarakat setempat.

Ini bukan pertama kalinya Kementerian Luar Negeri AS menyatakan terjadi genosida di negara lain. Mereka melakukan hal itu menanggapi peperangan di Bosnia pada 1993, lalu di Rwanda pada 1994, di Irak pada 1995, di Sudan pada 2004, dan di wilayah kekuasaan ISIS di Irak pada 2016 dan 2017.

 

Editor : Parna

Sumber : cnnindonesia