Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo divonis tiga tahun penjara atas kasus pemalsuan sejumlah surat untuk kepentingan buronan korupsi Djoko Soegiarto Tjandra.

Hakim menilai Prasetijo bersalah menurut hukum karena telah menyuruh, melakukan, hingga memalsukan surat secara berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu.

Selain itu, ia dinilai terbukti melakukan tindak pidana secara berlanjut membiarkan orang yang dirampas kemerdekaan melarikan diri sebagaimana dakwaan kedua dan bersama-sama melakukan tindak pidana menghalangi-halangi penyidikan menghancurkan barang bukti dalam dakwaan ketiga.

“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Prasetijo Utomo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun,” ucap Hakim Ketua Muhammad Sirat saat membacakan amar putusan, Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (22/12).

Dalam pertimbangannya, Hakim mengungkapkan hal yang memberatkan Prasetijo adalah perbuatannya membahayakan keselamatan masyarakat karena bepergian tanpa tes Covid-19. Prasetijo tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya.

“Hal meringankan Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, Terdakwa 30 tahun mengabdi di institusi Polri,” tutur Hakim.

Vonis ini lebih tinggi daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta Hakim menghukum Prasetijo dengan pidana 2,5 tahun penjara.

Mendengar vonis ini, Prasetijo memilih memanfaatkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir apakah menerima putusan atau melakukan upaya hukum banding.

“Pikir-pikir, Yang Mulia,” kata Prasetijo.

Sebelumnya dalam nota pembelaan, Prasetijo mengaku menjadi korban atas kelalaian Kejaksaan Agung.

Ia mengklaim segala perbuatannya terhadap Djoko Tjandra– seperti memfasilitasi surat jalan– tidak melawan hukum lantaran yang bersangkutan berstatus sebagai orang bebas, bukan buronan lagi.

Merujuk fakta persidangan, lanjut dia, Djoko Tjandra merupakan orang bebas yang bisa melakukan sejumlah perbuatan seperti membuat KTP, paspor, hingga hadir saat mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus yang menjeratnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Jika dikatakan saya melanggar wewenang, saudara Djoko Soegiarto Tjandra ini buronan siapa? Bukankan ini merupakan kelalaian atau kesengajaan dari Kejaksaan sendiri? Lalu mengapa saya menjadi korban dari semua ini, Yang Mulia?,” ucap Prasetijo, Jumat (11/12).

Surat-surat yang dimaksud dalam kasus ini adalah mengenai surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan. Prasetijo dinilai melanggar hukum karena memfasilitasi Djoko Tjandra yang menjadi buronan atas kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

Surat-surat di atas dimaksudkan untuk memuluskan langkah Djoko Tjandra dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.

Ada pun PK yang dimaksud berkaitan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Djoko dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan kurungan atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Hanya saja, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan PK tersebut lantaran Djoko selaku Terpidana korupsi tidak pernah menghadiri setiap agenda sidang.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia