Pengusaha Tommy Sumardi mengaku menyesal telah terlibat dalam pusaran sengkarut penanganan buronan kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra.

Hal itu ia katakan saat menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan Terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (8/12).

“Saya menyesal, perbuatan saya.. kalau menyangkut soal keluarga hati saya enggak tahan. Mohon maaf Yang Mulia,” ucap Tommy sambil menangis.

Tommy yang merupakan rekan Djoko Tjandra tak menyangka harus menjalani penahanan meskipun sudah berterus terang dalam memberikan keterangan soal kasusnya.

Ia pun tak kuasa menahan tangis ketika menceritakan bagaimana anak-anaknya yang selalu mencari dirinya.

“[Anak] tiga, yang paling kasihan yang umur 8 tahun, setiap kali lihat saya dia menangis, dia enggak tahu kalau saya ditahan. Dia bilang: ‘Papah ke mana’. ‘Papah kerja’. ‘Kok Papah tega ninggalin saya,” tutur Tommy.

Jaksa mendakwa Tommy telah menyuap dua jenderal polisi untuk pengurusan penghapusan daftar buronan atas nama terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Dua jenderal polisi yang dimaksud adalah mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Tommy disebut telah memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah Sin$200 ribu dan US$270 ribu kepada Irjen Napoleon, serta US$150 ribu kepada Brigjen Prasetijo. Uang tersebut bersumber dari Djoko Tjandra.
Infografis Jejak Djoko Tjandra di IndonesiaInfografis Jejak Djoko Tjandra di Indonesia. (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Dalam sidang sebelumnya, Tommy Sumardi memberikan sejumlah kesaksian yang berbeda dengan berita acara pemeriksaan (BAP).

Hal ini terkait pemberian Rp7 miliar dalam bentuk dollar Amerika Serikat dan Singapura kepada Irjen Napoleon, USD$100 ribu bagi Brigjen Prasetijo.

Ia mengaku mendapatkan uang tersebut secara bertahap dari seorang kurir bernama Nurdin dan diserahkan di parkiran restoran Meradelima di dekat gedung Mabes Polri, Jakarta Selatan pada 27 Mei lalu.

Uang senilai US$100 ribu untuk Napoleon itu dibungkus dalam amplop putih dan plastik kresek berwarna hitam. Uang selanjutnya untuk Napoleon didapat secara bertahap dari Djoko.

Sementara, uang untuk Prasetijo berasal dari kantong Tommy sendiri. Ia mengaku terpaksa menalangi karena merasa tidak enak dan didesak oleh Prasetijo.

 

Editor : Parna

Sumber : kumparan