Vaksin Sinovac yang baru tiba di Indonesia pada Minggu (6/12) rencananya akan segera mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Emergency use authorization (EUA) sendiri merupakan pemberian izin yang dikeluarkan untuk penggunaan obat/vaksin tertentu dalam kondisi gawat darurat yang mengancam kesehatan masyarakat, seperti halnya pandemi virus corona penyebab Covid-19 yang tengah melanda Bumi saat ini.

Istilah EUA mungkin terdengar asing bagi masyarakat awam, tapi tidak untuk pejabat kesehatan dan tenaga medis. EUA bisa menjadi salah satu dasar penggunaan produk medis tertentu dalam mengatasi wabah. Dalam hal pandemi Covid-19, EUA kini digunakan untuk memberikan izin penggunaan vaksin pada kelompok-kelompok tertentu.

EUA sendiri merupakan kebijakan yang dimiliki oleh setiap negara. Umumnya, otoritas kesehatan seperti BPOM-lah yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan EUA.

Di Amerika Serikat, misalnya, Food and Drug Administration (FDA) atau Badan POM AS, yang mulai memberlakukan EUA sejak 2005 lalu. Saat itu, mengutip laman John Hopkins, FDA mengeluarkan EUA untuk vaksin antraks yang hanya diperuntukkan bagi personil militer.

Selanjutnya pada tahun 2009, EUA diberikan untuk Tamiflu yang diberikan pada bayi selama pandemi H1N1.

Dalam menerbitkan EUA, otoritas harus memperhatikan beberapa hal, termasuk situasi yang menunjukkan kondisi darurat. Kondisi ini bisa berupa situasi darurat militer, domestik, atau darurat kesehatan masyarakat yang bisa memengaruhi kestabilan nasional secara signifikan. EUA juga umumnya akan diberikan setelah keadaan darurat atau emergensi dideklarasikan.

Syarat Pemberian EUA

Emergency use authorization (EUA) bisa menjadi dasar dalam penananganan kondisi darurat kesehatan seperti pandemi Covid-19. Ilustrasi. Emergency use authorization (EUA) bisa menjadi dasar dalam penananganan kondisi darurat kesehatan seperti pandemi Covid-19. (iStockphoto/kiattisakch)

Di Indonesia, peraturan mengenai EUA tercantum dalam Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

Dalam laman resmi covid19.go.id, BPOM RI menyampaikan standar ketentuan dan kriteria yang harus dipenuhi sebelum memberikan izin EUA.

EUA, sebut BPOM, diberikan dengan kondisi atau persyaratan di mana harus melalui tahap uji klinik dan pemantauan farmakovigilans secara ketat.

BPOM menegaskan, EUA juga bukan berarti sama dengan izin edar. Artinya, EUA hanya bisa digunakan secara terbatas.

BPOM juga mempertimbangakan faktor risiko dan manfaat dalam menentukan pemberian EUA. “Harus lebih besar kemanfaatannya dibandingkan dengan risikonya,” ujar BPOM.

Berikut syarat pemberian EUA:

– Telah ada penetapan kondisi darurat kesehatan oleh pemerintah

– Telah memiliki bukti ilmiah aspek keamanan dan khasiat yang cukup dari obat/vaksin berdasarkan data non-klinis dan data klinis yang ada

– Memiliki data mutu yang memenuhi standar berlaku dan diproduksi di sarana yang memenuhi CPOB

– Memiliki kemanfaatan yang lebih besar dari risiko berdasarkan kajian data klinis dan data non-klinis

– Belum ada alternatif pengobatan atau penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk pengobatan penyakit pada kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Syarat pemberian izin EUA juga umumnya mengikuti standar emergency use listing (EUL) yang diberlakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mengutip laman WHO, EUL sendiri merupakan prosedur berbasis risiko untuk menilai dan membuat daftar vaksin, terapeutik, dan diagnostik in vitro yang tidak berlisensi dengan tujuan mempercepat ketersediaan produk dalam menangani kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Kriteria EUL sendiri di antaranya:

– Penyakit merupakan penyakit serius dan mengancam nyawa, berpotensi menyebabkan wabah, epidemi, dan pandemi.

– Produk medis yang ada belum berhasil memberantas penyakit atau mencegah berjangkitnya wabah.

– Produk yang akan mendapatkan izin penggunaan darurat diproduksi sesuai dengan good manufacturing practices (GMP).

– Pemohon izin berjanji untuk menyelesaikan pengembangan produk, validari dan verifikasi produk, dan mengajukan prakualifikasi WHO setelah produk dilisensikan.

Editor : Aron
sumber : cnnindonesia