Tersangka kasus dugaan suap ekspor benih lobster Edhy Prabowo meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Gerindra yang juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Sebelumnya, ia ditetapkan sebagai tersangka suap perizinan ekspor benih lobster bersama enam orang lainnya oleh KPK pada Rabu malam (25/11).

“Pertama saya minta maaf kepada Bapak Presiden, saya telah mengkhianati kepercayaan beliau. Minta maaf ke Prabowo Subianto guru saya, yang sudah mengajarkan banyak hal,” kata Edhy.

Edhy juga meminta maaf kepada ibunya yang sudah berusia sepuh serta seluruh kader Partai Gerindra tempat dirinya bernaung. Dia mengaku akan mundur dari jabatan Wakil Ketua Umum Gerindra serta jabatan Menteri KKP.

“Saya mohon maaf kepada partai saya, saya dengan ini akan mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum dan juga nanti saya akan mohon diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri,” ucap Edhy di Gedung KPK, Jakarta, Rabu malam (25/11).

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan di Depok, Tangsel serta Bandara Soekarno Hatta pada Rabu dini hari (25/11). KPK lantas menetapkan tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi terkait ekspor benih lobster.

“KPK menetapkan tujuh tersangka. Masing-masing sebagai penerima EP, SAF, APN, SWD, AF, dan AM, dan sebagai pemberi SJT,” ucap Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (25/11).

KPK menyita sejumlah barang bukti berupa barang mewah dari operasi tangkap tangan yang dilakukan. Mulai dari produk Louis Vuitton hingga Hermes dan jam tangan Rolex.

“Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan ATM BNI atas nama AF, tas LV (Louis Vuitton), tas Hermes, baju Old Navy, jam Rolex, Jam Jacob n Co, tas koper Tumi dan tas koper LV

Edhy selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kemudian tersangka yang menjadi pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Mereka adalah SWD dan SJT.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia