Perekonomian Inggris mengalami resesi terburuk dalam lebih dari 300 tahun terakhir karena Brexit. Kondisi ini akan bertambah buruk jika Inggris gagal mengamankan kesepakatan perdagangan baru dengan Uni Eropa.

Dikutip dari CNN Business, pengawas fiskal independen negara tersebut mengungkap kedua hal ini akan membuat pemulihan ekonomi lebih lama dan lebih sulit.

Office for Budget Responsibility Inggris mengatakan bahwa Brexit tanpa kesepakatan Uni Eropa akan mengurangi produksi sebesar 2 persen tahun depan dan membuat ekonomi Inggris 1,5 persen lebih kecil setelah lima tahun.

Perdana Inggris Boris Johnson harus memutuskan apakah berpegang teguh pada kedaulatan nasional sepadan dengan kondisi ekonomi yang akan dibayar Inggris jika negosiasi Uni Eropa gagal. Pasalnya, tarif, kuota ekspor, birokrasi, dan hambatan perdagangan lainnya yang akan mulai berlaku pada 1 Januari jika tidak ada kesepakatan.

Kondisi akan memperpanjang proses pemulihan Inggris dari resesi karena virus corona yang hampir berjalan setahun. Pengangguran akan menjadi poin persentase tambahan yang melonjak.

Johnson memiliki sedikit waktu untuk mengamankan kesepakatan perdagangan baru dengan Uni Eropa. Walaupun, Inggris tetap menghadapi situasi ekonomi yang mengerikan bahkan jika kesepakatan terwujud.

Office for Budget Responsibility memperkirakan PDB turun 11,3 persen tahun ini, penurunan terbesar tahunan sejak Great Frost tahun 1709, musim dingin terdingin di Eropa dalam 500 tahun yang menyebabkan kematian dan kerusakan luas pada pertanian.

Bahkan dengan kesepakatan Brexit, badan pengawas mengatakan ekonomi kemungkinan akan mengalami “luka” permanen yang akan mengurangi produksi sebesar 3 persen.

Kemarin, Menteri Keuangan Rishi Sunak mengumumkan rencana belanja 4,3 miliar euro atau setara dengan US$ 5,7 miliar untuk membantu mencegah pengangguran melalui langkah-langkah seperti pekerjaan bersubsidi untuk kaum muda dan meningkatkan kapasitas kantor pusat.

Office for Budget Responsibility memperkirakan pengangguran akan meningkat menjadi 7,5 persen pada kuartal kedua tahun depan. Artinya, 2,6 juta orang akan kehilangan pekerjaan atau 1 juta lebih banyak dari jumlah saat ini.

Jika tidak ada kesepakatan Brexit yang disepakati, pengangguran mencapai puncaknya di 8,3 persen pada kuartal ketiga 2021 dan pemulihan dari pandemi membutuhkan waktu hingga kuartal ketiga 2023 alih-alih akhir 2022.

“Keadaan darurat kesehatan kami belum berakhir dan darurat ekonomi kami baru saja dimulai,” kata Sunak kepada parlemen dalam sebuah pidato.

Pemerintah Inggris menghabiskan 280 miliar euro atau setara US$373 miliar agar negara itu bisa melalui virus corona.

Sebagai informasi, hubungan perdagangan antara Uni Eropa dan Inggris bernilai hampir US$900 miliar. Gubernur Bank of England Andrew Bailey mengatakan bahwa kehancuran ekonomi yang disebabkan oleh Brexit dan hilangnya kesepakatan Uni Eropa akan berdampak jangka panjang, lebih buruk daripada efek pandemi.

“Dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk apa yang saya sebut sisi riil ekonomi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dalam keterbukaan dan perubahan profil dalam perdagangan,” katanya.

Bahkan jika Inggris dan Uni Eropa mencapai kesepakatan, perusahaan Inggris masih akan menghadapi biaya tambahan untuk melakukan bisnis, seperti yang berkaitan dengan pemeriksaan perbatasan dan aturan bea cukai.

 

Editor : Parna

Sumber : cnnindonesia