KPK menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus suap. Ia diduga menerima miliaran rupiah terkait dengan pengurusan ekspor benih lobster.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi kinerja KPK yang berhasil meringkus dugaan patgulipat Edhy Prabowo. Namun, ICW menggarisbawahi bahwa proses hukum ini bukan berarti dapat diartikan kondisi KPK masih seperti sedia kala.
“Sebab, sejak berlakunya UU 19/2019 praktis penindakan KPK menurun drastis. Selain karena adanya ketidaksamaan visi di antara Pimpinan KPK, hal lain juga terkait proses penindakan yang semakin melambat karena adanya Dewan Pengawas,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (26/11).
Selain itu, ICW juga mengingatkan kepada KPK bahwa pekerjaan belum usai. KPK disebut jangan terlalu euforia atas penangkapan itu. Sebab masih ada buronan kasus korupsi lain yang belum berhasil ditangkap, salah satunya mantan Caleg PDIP Harun Masiku. Harun Masiku tercatat sudah 10 bulan buron.
“Dalam konteks ini ICW pun mempertanyakan: Kenapa aktor selevel Menteri dapat ditangkap KPK, sedangkan Harun Masiku tidak? ICW meyakini faktor yang melatarbelakangi hal tersebut adalah keengganan dari Deputi Penindakan untuk mengevaluasi Tim Satuan Tugas,” kata Kurnia.
Terkait dengan Tim Satuan Tugas atau satgas yang menangani kasus Harun Masiku, Kurnia mengatakan lebih baik dibubarkan saja. Lalu diganti dengan satgas yang sudah terbukti bisa menangkap sejumlah buron seperti eks Sekretaris MA Nurhadi.
Diketahui satgas tersebut, salah satunya terdapat sosok Penyidik Senior KPK Novel Baswedan. Novel pun menjadi salah satu kasatgas dalam penangkapan Edhy Prabowo.
“Tak hanya buronan, tim tersebut juga turut meringkus Edhy Prabowo. Jika ini tidak kunjung dilakukan, maka patut diduga ada pihak-pihak di internal KPK yang berkeinginan melindungi Harun Masiku,” pungkasnya.
Editor : Parna
Sumber : kumparan