Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Menteri KKP Edhy Prabowo  terkait dengan dugaan suap ekspor benur atau benih lobster. Diketahui, keran ekspor benur dibuka di masa kepemimpinan Edhy, setelah dilarang pada era pendahulunya, Susi Pudjiastuti.
Namun, sebelum komisi anti rasuah menangkap Edhy, sebetulnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah lebih dulu mengendus kejanggalan ekspor benur. Hal ini utamanya berkaitan dengan dugaan praktik monopoli di bisnis jasa kargo ekspor benur.
Anggota sekaligus Juru Bicara KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan dugaan praktek monopoli muncul karena pengiriman benih lobster hanya dilakukan di satu bandara, yaitu Bandara Soekarno-Hatta. Karenanya, KPPU memutuskan untuk mulai melakukan penelitian perkara inisiatif terhadap praktik bisnis ini.
“KPPU memutuskan untuk memulai penelitian perkara inisiatif atas dugaan praktik monopoli di jasa kargo ekspor benih bening lobster sejak bulan ini untuk memperoleh bukti-bukti atas dugaan praktik monopoli di jasa tersebut,” ungkap Guntur dalam keterangan resmi, Kamis (12/11) lalu.
Ia mengungkapkan fakta di lapangan menunjukkan terjadinya struktur pasar monopoli dalam hal penyedia jasa freight forwarding. Pasalnya, pengiriman benih lobster hanya melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Padahal, pilihan bandar udara yang dapat menjadi akses pengiriman tidak hanya Bandara Soekarno-Hatta.
Berdasarkan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan enam bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri.
Mulai dari Bandara Soekarno-Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Internasional Lombok, Bandara Kualanamu Medan dan Bandara Hasanuddin Makassar.
“Secara praktik, seharusnya dengan memperhatikan sebaran lokasi pembudidaya lobster, maka biaya yang dikeluarkan eksportir akan lebih murah apabila keenam bandara yang direkomendasikan dapat difungsikan sebagai tempat pengeluaran benih lobster,” terangnya.

Oleh sebab itu, KPPU melakukan investigasi dugaan monopoli ini. Namun, hingga saat ini KPPU belum menjelaskan kembali perkembangan kasus dugaan monopoli ekspor benur.

“Jika ditemukan bukti pelanggaran terhadap persaingan usaha, KPPU akan melakukan tindak lanjut dalam ranah penegakan hukum,” ujarnya.

Untuk diketahui, Susi melarang ekspor benur melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penangkapan Lobster. Aturan itu berisi larangan perdagangan benih lobster dan lobster berukuran kurang dari 200 gram ke luar negeri.

Namun, Edhy resmi mencabut aturan larangan ekspor benur yang diterbitkan Susi Pudjiastuti pendahulunya.

Pencabutan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia