Mabes Polri menuding Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sangat tendensius dalam membagikan video-video  pengamanan aksi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di beberapa daerah melalui akun media sosialnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menilai video tersebut tidak memperlihatkan konteks kejadian secara utuh.

“Kalau video itu memang ada tendensius sekali terkait Polri, apa maksudnya? Kami tidak tahu tapi yang jelas dia kan memotong kegiatan demo,” kata Awi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (12/11).

Awi menegaskan cuplikan-cuplikan video yang diunggah tersebut tidak memuat kronologis kejadian di lapangan secara utuh. Walhasil, sambungnya, dapat ditafsirkan tidak sesuai dengan keadaan.

Misalnya, kata dia, beberapa cuplikan gambar sangat mendiskreditkan Polri melalui tindakan represif yang dilakukan aparat saat mengamankan unjuk rasa.

“Padahal, kan kronologinya bukan begitu. Bahwasanya peristiwa itu kan panjang, ada sebab akibat melakukan misalnya represif dengan melumpuhkan pendemo dengan memiting, kemudian menarik segala itu,” ucap dia.

Padahal, kata Awi, kondisi di lapangan seringkali memaksa aparat untuk bertindak represif. Misalnya, aksi pelemparan batu hingga dorong-dorongan massa dan aparat.

“Sementara, yang kita lihat video itu kan dipotong-potong. Maksudnya apa? ini yang kami harapkan, kami imbau masyarakat untuk cerdas,” kata jenderal bintang satu tersebut.

Meskipun demikian, Awi mengatakan aparat akan menjadikan laporan-laporan kekerasan yang masuk ke pihaknya sebagai bahan evaluasi bagi Korps Bhayangkara.

Dia menegaskan selama ini setiap pelanggaran oleh aparat telah diawasi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

“Pengamanan yang batas SOP itu harus betul-betul dipahami oleh rekan-rekan kepolisian di lapangan, jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” pungkas dia.

Polisi memukul mundur para pendemo Di kawasan sabang, Jakarta. CNN Indonesia/Safir MakkiSalah seorang polisi menggunakan pengeras suara atau toa meminta massa pedemo untuk mundur di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, 13 Oktober 2020. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Sebagai informasi, sebelumnya KontraS membagikan video kompilasi yang berisikan kekerasan kepolisian selama aksi #TolakOmnibuslaw beberapa waktu belakangan ini. KontraS, dalam unggahannya juga melampirkan petisi untuk mengevaluasi kinerja Polisi.

Selain itu, KontraS juga mengategorikan unggahan video tersebut sebagai konten sensitif yang mungkin berisi tayangan kekerasan atau sadis.

“Video berisi kekerasan kepolisian saat aksi #TolakOmnibusLaw ini bisa membuat kemanusiaan Presiden @Jokowi dipertanyakan! Terima kasih atas dokumentasi warga sekalian!,” demikian keterangan gambar yang menyertai unggahan video tersebut.

Video yang berdurasi 2:23 menit itu memperlihatkan serangkaian aksi pemukulan oleh aparat selama mengamankan unjuk rasa. Terlihat masyarakat dari berbagai wilayah di Indonesia dipiting, diseret-seret hingga ditendang aparat.

Pada keterangan gambar yang menyertai unggahan video tersebut, KontraS pun membagikan tautan petisi daring untuk evaluasi polisi. Petisi daring yang dibuat KontraS untuk Presiden Jokowi itu, hingga berita ini ditulis, telah ditandatangani lebih dari 1.000 orang.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia