Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengkritik para hakim Mahkama Konstitusi (MK) yang menerima penghargaan Bintang Mahaputera Utama dari Presiden Joko Widodo.

Feri menilai, penerimaan penghargaan di tengah penanganan perkara yakni gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law UU Ciptaker bakal mempermalukan dunia peradilan.

Pasalnya, pemberian penghargaan dilakukan oleh pihak yang berperkara. Karena itu menurut Feri mestinya para hakim MK menolak nya.

“Menerima penghargaan itu akan membuat terjadinya benturan kepentingan. Sehingga menerima penghargaan itu benar-benar memalukan bagi dunia pengadilan kita,” jelas Feri yang merupakan Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/11).

Kendati memang, Feri mengakui, sulit untuk membuktikan keterkaitan pemberian penghargaan Bintang Mahaputera ke enam hakim MK dengan proses Judicial Review (JR) UU Nomor 11 Tahun 2020 di MK.

Sekalipun begitu, menurut Feri seharusnya para hakim konstitusi tetap berhati-hati dalam mengambil sikap. Mengingat secara etika, hakim semestinya menjauhi hal-hal yang berpotensi mengakibatkan benturan kepentingan atau conflict of interest.

Termasuk, penerimaan Bintang Mahaputera dari Presiden Jokowi.

“Sulit untuk membuktikan ada keterkaitan itu. Namun terkait etika hakim harusnya hakim tidak menerima penghargaan itu karena pemberi merupakan pihak yang sedang berperkara,” kata Feri.

Sebanyak tiga dari enam hakim MK yang menerima penghargaan gelar Bintang Mahaputera Adiprana antara lain Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto. Sementara tiga hakim lainnya menerima Bintang Mahaputera Utama yakni Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul.

Total ada 71 tokoh yang menerima gelar Bintang Mahaputera dari Presiden Joko Widodo. Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa ini diberikan ke para pejabat negara/mantan pejabat negara Kabinet Kerja 2014-2019 serta ahli waris dari para tenaga medis dan tenaga kesehatan yang gugur dalam penanganan Covid-19.

Tanda kehormatan ini diberikan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 118 dan 119/TK/TH 2020 tertanggal 6 November 2020.

Adapun di sisi lain,  Mahkamah Konstitusi tengah menangani perkara gugatan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang diajukan sejumlah pihak. Salah satunya, dilayangkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada 2 November lalu.

Para penggugat menganggap penyusunan hingga pengesahan beleid yang memuat perubahan 78 undang-undang tersebut bermasalah dan melanggar prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

Editor : Aron

Sumber : cnnindonesia