Kasus dugaan suap terkait Djoko Tjandra kini tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Terdapat 5 orang yang duduk di kursi terdakwa. Mereka adalah Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki, Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Tommy Sumardi. Kasus mereka sebelumnya ditangani Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Di sisi lain, KPK membuka kemungkinan mengusut pihak-pihak yang belum disentuh Bareskrim dan Kejagung. Namun sejauh ini, KPK terkendala belum diterimanya permintaan dokumen terkait Djoko Tjandra dari Bareskrim dan Kejagung. Padahal, KPK sudah menetapkan surat perintah supervisi terhadap kasus tersebut sejak awal September.

Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, mengatakan pihaknya sudah 2 kali mengirim surat permintaan berkas dan dokumen terkait para pihak yang terjerat kasus Djoko Tjandra. Namun hingga kini KPK belum menerimanya.

“Tim supervisi telah 2 kali meminta dikirimkan salinan berkas, dokumen-dokumen dari perkara tersebut, baik dari Bareskrim maupun Kejagung, tapi hingga saat ini belum kami peroleh,” ujar Nawawi kepada wartawan, Kamis (12/11).

KPK Sudah 2 Kali Minta Berkas Djoko Tjandra ke Polri-Kejagung, Belum Diberi (1)
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan Pinangki Sirna Malasari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO

KPK saat menetapkan supervisi kasus Djoko Tjandra baru berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan belum ada aturan teknisnya.

Kini setelah Perpres Nomor 102 Tahun 2020 yang mengatur teknis supervisi terbit, Nawawi berharap kedua instansi penegak hukum bersedia menyerahkan dokumen-dokumen terkait Djoko Tjandra.

“Bukan KPK yang minta dihargai, tapi supervisi adalah tugas dan kewenangan yang diberikan UU. Aturan hukum itulah yang harus dihargai semua pihak,” ucapnya.

Nawawi menyatakan, apabila dokumen dari Bareskrim dan Kejagung sudah diterima, KPK bakal menggabungkan dengan bukti-bukti yang diterima dari elemen masyarakat seperti MAKI untuk ditelaah.

 

Editor : Aron

Sumber : Kumparan