Mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, didakwa menerima suap Rp 6,1 miliar dalam bentuk USD dan SGD dari Djoko Tjandra. Suap tersebut diduga untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di sistem imigrasi.
Melalui eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan kuasa hukumnya, Irjen Napoleon membantah 3 surat yang dibuat atas perintahnya membuat nama terpidana kasus cessie Bank Bali tersebut dihapus dari DPO di Ditjen Imigrasi Kemenkumham.
Irjen Napoleon berkilah nama Djoko Tjandra tak lagi tercantum sebagai DPO di Ditjen Imigrasi lantaran status red notice-nya di Interpol sudah terhapus sejak 10 Juli 2014.
Kronologi Penghapusan Red Notice dan DPO Djoko Tjandra versi Irjen Napoleon (1)
Kantor Imigrasi Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Terlebih, Irjen Napoleon menyatakan penghapusan red notice Djoko Tjandra bukanlah kewenangan Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia yang dipimpinnya, melainkan wewenang Interpol pusat yang berkedudukan di Lyon, Prancis.
“Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (4) Interpol’s rules on processing of data, kewenangan penghapusan red notice hanya khusus dimiliki oleh IPSG (Interpol) di Lyon, Prancis, dan tidak dimiliki oleh NCB Interpol Indonesia,” tulis Irjen Napoleon dalam eksepsinya yang disampaikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11).
Lalu bagaimana kronologi pencabutan red notice di Interpol dan penghapusan nama Djoko Tjandra di sistem imigrasi versi Irjen Napoleon?
Kronologi Penghapusan Red Notice dan DPO Djoko Tjandra versi Irjen Napoleon (2)
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Bundar Kompleks Gedung Kejakasaan Agung, Jakarta, Senin (31/8). Foto: Adam Bariq/ANTARA FOTO
1. 13 April 2020
Irjen Napoleon memimpin rapat NCB Interpol Indonesia pada 13 April 2020 di ruang kerjanya. Rapat itu dihadiri Brigjen Pol Nugroho Wibowo selaku Sekretaris NCB Interpol, Kombes Pol Tomi Arya selaku Kabag Kejahatan Internasional NCB Interpol, dan Kombes Oka selaku Kabag Komunikasi Internasional NCB Interpol.
Irjen Napoleon menyatakan rapat tersebut membahas informasi dari Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kakorwas PPNS Bareskrim Polri bahwa istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, akan bersurat kepada NCB Interpol untuk meminta pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra.
“Rapat menyepakati agar NCB Interpol bersurat kepada Kejaksaan Agung RI untuk menanyakan apakah Kejaksaan Agung RI masih membutuhkan Red Notice Joko Soegiarto Tjandra. Berikut pula mengirim fax kepada Kejaksaan Agung RI pada tanggal 14 April 2020, perihal konfirmasi status Red Notice Joko Soegiarto Tjandra,” jelas Irjen Napoleon.
2. 14 April 2020
Brigjen Pol Nugroho membuat dan menandatangani Surat Nomor : NCB-Div HI/Fax/529/IV/2020 perihal konfirmasi status Red Notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra yang ditujukan kepada Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan (JAMBin) Kejagung RI.
3. 21 April 2020
Kejagung membuat surat balasan dengan nomor: R-15/C.7/Chk.2/04/2020 perihal konfirmasi status Red Notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra control nomor: A-1897/7-2009. Surat ditujukan kepada Irjen Napoleon Bonaparte selaku Kadiv Hubinter Polri.
Kronologi Penghapusan Red Notice dan DPO Djoko Tjandra versi Irjen Napoleon (3)
Tersangka kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte duduk menunggu untuk menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
4. 22 April 2020
Irjen Napoleon membahas status red notice Djoko Tjandra dengan International Criminal Police Organization (ICPO) Interpol.
Menurut Irjen Napoleon, berdasarkan hasil konsultasi, ICPO Interpol menyatakan:
Red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra sudah 2 kali ditanyakan oleh IPSG pada 12 Juni 2013 dan 10 Januari 2019, namun tetap tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan RI.
Red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra terhapus secara otomatis dari sistem Interpol sejak 10 Juli 2014.
Apabila masih menginginkan Joko Soegiarto Tjandra dimasukkan ke dalam sistem informasi Interpol, silahkan Indonesia mengajukan lagi permintaan red notice baru.
5. 28 April 2020
Usai menerima surat balasan dari Kejagung, Irjen Napoleon kembali menggelar rapat NCB Interpol pada 28 April 2020 di ruang kerjanya. Rapat tersebut dihadiri Brigjen Nugroho, Kombes Pol Tomi Arya, dan Kombes Pol Oka.
Irjen Napoleon menyatakan rapat tersebut membahas temuan arsip surat Interpol Indonesia tertanggal 12 Februari 2015 kepada Dirjen Imigrasi perihal DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan WN Papua Nugini.
“Inti surat tersebut bahwa NCB Interpol pada 2015 telah meminta Dirjen Imigrasi untuk memasukkan nama Joko Soegiarto Tjandra ke dalam DPO Imigrasi dan melakukan tindakan pengamanan bila terlacak melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI),” katanya.
Irjen Napoleon menyatakan, rapat tersebut menyepakati koreksi terhadap surat NCB Interpol kepada Dirjen Imigrasi pada 12 Februari 2015.
Kronologi Penghapusan Red Notice dan DPO Djoko Tjandra versi Irjen Napoleon (4)
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Sebab menurut Irjen Napoleon berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2017, NCB Interpol tidak berwenang meminta dan mengajukan permintaan DPO ke Ditjen Imigrasi dalam kasus korupsi di dalam negeri yang melibatkan Djoko Tjandra.
“Karena kewenangan meminta DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra ke pihak Imigrasi merupakan kewenangan Kejaksaan RI selaku eksekutor berdasarkan putusan PK tahun 2009,” ucap Irjen Napoleon.
Irjen Napoleon menambahkan, surat NCB Interpol pada 12 Februari 2015 menandakan pejabat NCB Interpol sudah memahami bahwa red notice Djoko Tjandra sudah terhapus otomatis pada 10 Juli 2014 karena tidak diperpanjang Kejagung.
“Disepakati dalam rapat, apabila tahun 2015 red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra masih berlaku, seharusnya NCB Interpol tidak perlu membuat surat tertanggal 12 Februari 2015. Karena tentunya akan terjadi tumpang tindih dan/atau overlapping. Dan juga bukan kewenangan NCB Interpol untuk meminta memasukkan nama Joko Soegiarto Tjandra ke dalam DPO Imigrasi,” kata Irjen Napoleon.
6. 29 April 2020
Brigjen Pol Nugroho membuat dan menandatangani surat nomor: B/1000/IV/2020/NCB-Div HI yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham perihal penyampaian informasi pembaharuan data.
7. 4 Mei 2020
Brigjen Pol Nugroho kembali membuat surat nomor B/1030/V/2020/NCB-Div HI yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham perihal pembaharuan data Interpol Notice.
Pada tanggal 4 Mei 2020, Irjen Napoleon kembali menggelar rapat di ruang kerjanya yang dihadiri Brigjen Nugroho, Kombes Pol Tomi Arya, dan Kombes Pol Oka.
Irjen Napoleon menyatakan rapat tersebut membahas hasil koordinasi dengan ICPO Interpol pada 22 April 2020.
Hasil rapat, kata Irjen Napoleon, memutuskan bahwa NCB Interpol Indonesia segera bersurat ke Dirjen Imigrasi untuk menyampaikan penghapusan red notice atas nama Djoko Tjandra
Kronologi Penghapusan Red Notice dan DPO Djoko Tjandra versi Irjen Napoleon (5)
Kantor Imigrasi Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
8. 5 Mei 2020
Brigjen Pol Nugroho membuat dan menandatangani Surat Nomor : B/1036/V/2020/NCB-Div HI yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham, perihal penyampaian penghapusan Interpol red notice.
9. 12 Mei 2020
Brigjen Pol Nugroho Wibowo membuat dan menandatangani surat nomor R/115/V/2020/NCB-Div HI, yang ditujukan kepada JAMBin Kejagung mengenai pemberitahuan atas surat-surat yang dikirim ke Dirjen Imigrasi.
10. 13 Mei 2020
Menurut dakwaan jaksa penuntut umum, atas surat-surat tersebut, Ditjen Imigrasi menghapus status DPO Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System pada Sistem Informasi Keimigrasian pada 13 Mei 2020.
Namun Irjen Napoleon menyatakan penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar DPO bukan karena surat-surat tersebut.
“Dihapusnya nama Joko Soegiarto Tjandra dari DPO SIMKIM Imigrasi bukanlah kewenangan dari terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte, dan bukan pula karena implikasi surat nomor: B/1036/V/2020/NCB – Div HI, tanggal 5 Mei 2020, karena substansi isi surat tersebut hanya bersifat pemberitahuan,” jelas Irjen Napoleon.
Kronologi Penghapusan Red Notice dan DPO Djoko Tjandra versi Irjen Napoleon (6)
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
11. 22 Mei 2020
Irjen Napoleon membuat dan menandatangani surat nomor R/122/V/2020/NCB-Div HI yang ditujukan kepada JAMBin mengenai rencana penerbitan kembali red notice terhadap Djoko Tjandra.
12. 15 Juni 2020
Brigjen Pol Nugroho mengirim surat nomor B/Und-98/VI/2020/Divhubinter kepada Jaksa Agung RI mengenai undangan gelar penerbitan kembali red notice Djoko Tjandra.
13. 19 Juni 2020
Divisi Hubinter Polri bersama Kejagung melakukan gelar penerbitan kembali red notice atas nama Djoko Tjandra.
14. 23 Juli 2020
Irjen Napoleon meneken surat nomor NCB/I-24/7/309/VII/2020 tertanggal 23 Juli 2020 yang ditujukan kepada Interpol di Lyon, Prancis. Surat tersebut berisi permintaan red notice baru atas nama Djoko Tjandra.
Pada hari yang sama, Irjen Napoleon juga mengirim surat ke Jaksa Agung bernomor R/159/VII/2020/Divhubinter mengenai pemberitahuan permintaan red notice baru tersebut.
Pada saat itu, sudah ramai pemberitaan Djoko Tjandra bisa masuk ke Indonesia, bahkan mendaftarkan PK di PN Jaksel hingga membuat e-KTP. Diketahui Djoko Tjandra kemudian ditangkap pada 30 Juli 2020.
Adapun menurut dakwaan jaksa, penerbitan 3 surat dari NCB Interpol Indonesia kepada Dirjen Imigrasi oleh Brigjen Nugroho dilakukan atas perintah Irjen Napoleon.
Kronologi Penghapusan Red Notice dan DPO Djoko Tjandra versi Irjen Napoleon (7)
Terdakwa selaku perantara pemberian suap dari Djoko Tjandra, Tommy Sumardi menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Irjen Napoleon memerintahkan Brigjen Nugroho untuk menerbitkan dan mengirim 3 surat itu usai menerima suap dari utusan Djoko Tjandra, Tommy Sumardi, senilai USD 270 ribu dan SGD 200 ribu dalam 4 kali kesempatan.
Pemberian pertama pada 28 April 2020. Saat itu Tommy mendatangi ruangan Irjen Napoleon untuk menyerahkan SGD 200 ribu.
Penyerahan kedua pada 29 April 2020 sebesar USD 100 ribu. Kemudian pada 4 Mei 2020 sebesar USD 150 ribu. Terakhir dan pada 5 Mei 2020 sebesar USD 20 ribu.
Penghapusan DPO di sistem Imigrasi tersebut dimanfaatkan Djoko Tjandra untuk masuk ke Indonesia pada Juni 2020. Sehingga Djoko Tjandra bisa membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, mendaftarkan PK di PN Jaksel, dan membuat paspor di Imigrasi Jakarta Utara.
Editor : Parna
Sumber : kumparan