Pemerintah akan merombak tata kelola program dana pensiun (Dapen) untuk PNS dan yang lainnya. Dalam Undang-Undang APBN 2019, pemerintah pernah memberikan catatan khusus mengenai pengelolaan dana pensiun pada PT Asabri (Persero).

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan industri aset Dapen terus tumbuh setiap tahun. Meski demikian, pengelolaan Dapen dianggap perlu diatur ulang.

Pada 2014, tercatat aset Dapen mencatat sebesar Rp 561 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 834 triliun pada 2017.

Sayangnya, saat ini Dapen dinilai masih kurang berperan terhadap industri karena perbankan masih mendominasi industri keuangan Indonesia dengan porsi 78%.
Sementara, dana pensiun hanya 2,5% dari total aset sektor finansial.

Menurut Askolani, untuk meraih potensi maksimal, Dapen harus dikelola dengan baik dan prudent. Pasalnya, saat ini pengelola Dapen di Indonesia cenderung menempatkan aset mereka ke instrumen investasi jangka pendek dengan volatilitas rendah dan keuntungan yang sedikit.

Padahal, sangat penting untuk memastikan pengelolaan dana pensiun dibarengi dengan tata kelola pemerintahan yang baik khususnya untuk meningkatkan kepercayaan pada industri dana pensiun.

“Praktik ini tidak sesuai dengan karakteristik program pensiun yang memiliki kewajiban atau liabilities jangka panjang yang berakibat asset-liabilities missmatch atau kewajiban aset tidak sesuai,” ujarnya pekan lalu.

“Indonesia perlu memastikan dana pensiun Indonesia sejalan dengan best practice internasional. Contohnya pada hari ini, bisa belajar dari pola pensiun Iran dan Thailand,” tambah Askolani.

Pengelolaan dana pensiun, menurut Askolani juga harus efektif didesain ulang dan diimplementasikan oleh institusi dana pensiun dan didukung oleh masyarakat.

Menurutnya desain dana pensiun yang bagus adalah ada keseimbangan antara keuntungan yang cukup, pendanaan yang terjangkau dan program yang berkelanjutan.

Dia menegaskan, sistem dana pensiun yang berkelanjutan mempunyai tata kelola dana pensiun dan tata pemerintahan yang baik sejalan dengan best practice internasional. Hingga kini pemerintah masih melakukan pengkajian, termasuk masih mendengarkan saran-saran dari pihak-pihak tertentu mengenai program pensiun.

“Program dana pensiun masih di review oleh internal pemerintah, termasuk mendengarkan masukan-masukan eksternal. Nanti bila sudah matang, akan disampaikan pemerintah persisnya,” kata Askolani.

Secara ukuran industri dari total aset dana pensiun terhadap PDB di Indonesia, masih jauh tertinggal dari peer countries seperti 5 negara Asia lainnya. Untuk meraih potensi maksimal, Askolani mengatakan dana pensiun harus dikelola dengan baik dan hati-hati.

Menurut dia, ini area yang bisa diperbaiki di Indonesia. Contohnya manajer dana pensiun di Indonesia cenderung menempatkan aset mereka ke instrumen investasi jangka pendek dengan volatilitas rendah dan keuntungan yang sedikit.

Praktek ini, dinilai tidak sesuai dengan karakteristik program pensiun yang memiliki kewajiban (liabilitas) jangka panjang yang berakibat asset-liabilities mismatch atau kewajiban aset tidak sesuai.

Tidak hanya itu, pengelolaan dana pensiun harus dipastikan dibarengi dengan tata kelola pemerintahan yang baik khususnya untuk meningkatkan kepercayaan pada industri dana pensiun.

Selain itu, tata kelola investasi yang tepat (proper investment governance), manajemen risiko yang efektif, mengedukasi transparansi dan akuntabilitas serta pengawasan yang kuat adalah beberapa karakteristik tata kelola yang baik yang perlu kita terapkan pada industri ini.

Sebelumnya, Di dalam catatan UU APBN 2019, pemerintah menyebut telah menyusun beberapa rencana terkait adanya potensi Unfunded Past Service Liability (UPSL) pada PT Asabri. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada September 2020 lalu saat melaporkan mengenai RUU APBN 2019 di DPD.

UPSL adalah kewajiban masa lalu untuk Program Dana pensiun atau Tabungan Hari Tua PNS yang belum terpenuhi.

Editor : Aron
Sumber : cnbcindonesia