Petani Selandia Baru mengeluhkan ladang pembibitan jagung, gandum, dan beberapa tanaman lain rusak karena teror dari sekawanan burung merak sepekan terakhir ini. Ribuan burung merak itu masif tersebar di bagian utara Selandia Baru hingga ke kota Christchurch dan Dunedin.

Fenomena ini terjadi karena predator alami merak seperti musang, tupai, dan tikus mulai jarang ditemukan di kota, sehingga populasi merak berkembang mencapai ribuan.

“Mereka [merak] sama sekali tidak menjadi masalah ketika ada banyak predator di sekitarnya, tetapi sekarang mereka hampir tidak memiliki predator. Selama periode 12 tahun terakhir ini, jumlah mereka meningkat pesat dan telah menyebar semakin banyak,” kata Juru Bicara Federasi Petani Whanganui Grant Adkins, Sabtu (31/10), seperti dikutip dari The Guardian.

Adkins mengatakan pemerintah dan aparat keamanan setempat tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengendalikan jumlah persebaran burung merak, dan lebih fokus pada target pemberantasan hama seperti tikus dan musang.

Selain itu, Adkins mendengar laporan bahwa burung merak yang diisolasi di bagian Selatan Selandia Baru kabur dari kandangnya, dengan begitu ia khawatir spesies burung itu akan menyebar ke seluruh penjuru negeri.

“Mereka cukup pintar, begitu seseorang mulai bergerak, mereka semua berlari. Mereka tahu bahwa mereka bakal ditembak,” jelasnya.

Ahli Burung Tony Beauchamp mengatakan eksistensi burung merak liar di Selandia Baru adalah fenomena langka, sebab burung-burung tersebut kebanyakan hidup di kawasan India.

Beauchamp juga sepakat bahwa merak di alam liar memiliki sifat ‘sangat waspada’ dan akan menjaga jarak hingga sejauh 500 meter saat mereka merasakan ada ancaman.

Lebih lanjut, ia pun menilai tingkat pengetahuan warga dan pemerintah Selandia Baru tentang spesies burung sangat lemah, sehingga warga tidak bisa mengetahui bagaimana pola perilaku dan karakteristik habitat para burung di negara itu.

Fenomena ini juga pernah terjadi pada April 2011 di ladang di Orere Point, dan lebih dari 100 merak ditemukan di dekat Otane di pusat Hawke’s Bay pada bulan Juni 2016 lalu.

Adkins berharap temuan ini dapat disikapi secara serius oleh pemerintah, sebab sektor pertanian selama ini telah menyumbang sekitar 5 persen dari produk domestik bruto Selandia Baru.

Sementara itu, Manajer Keanekaragaman, Keamanan dan Kemitraan Hayati Dewan Perwakilan Daerah Horizon Rod Smillie menyatakan pihaknya telah menyadari ledakan populasi burung merak liar.

“Burung merak memang menyebabkan kerusakan pada padang rumput dan tanaman,” pungkasnya.

Namun demikian, pihaknya belum menambahkan burung merak ke dalam daftar hama yang perlu diberantas guna menolong petani. Menurutnya, saat ini Pemerintah Selandia Baru masih berkomitmen untuk sepenuhnya membasmi spesies invasif seperti tikus, cerpelai, dan tupai.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia