Pasar mainan seks atau sex toys di China meraup US$14,7 miliar atau setara dengan Rp215,9 triliun (dengan asumsi kurs Rp14.690 per dolar AS) sepanjang masa pandemi Virus Corona

Dikutip dari AFP, lembaga riset China, iiMedia mengungkap pasar yang baru berkembang di China ini didominasi konsumen perempuan dan milenial. Lonjakan permintaan hadir di tengah pandemi corona.

Analis riset pasar Daxue Consulting Steffi Noel mengungkap permintaan untuk kata kunci ‘mainan seks’ di mesin pencari Baidu melonjak antara Januari dan Juni.

Namun, dia menambahkan bahwa lonjakan permintaan domestik selama pandemi mungkin tidak menghasilkan pertumbuhan jangka panjang yang besar.

“Orang-orang yang membeli (mainan seks) selama pandemi kebanyakan adalah pembeli pertama kali,” kata Noel.

Noel pun menilai 70 persen pembeli pertama kali tersebut kemungkinan tidak akan melakukan pembelian kembali.

Pasalnya, China lebih sering dikaitkan dengan sikap publik konservatif terhadap seks hingga pornografi yang dilarang. Pihak berwenang telah melakukan tindakan keras secara berkala terhadap konten online yang vulgar.

Namun, penguncian wilayah selama corona membuat sedikit perubahan pada sebagian penduduk China.

Sementara itu, permintaan dari luar negeri pun lumayan tinggi dengan China masih mendominasi pasar global. Daxue Consulting mencatat China memproduksi 70 persen ekspor mainan seks global per Maret lalu.

Noel mencatat lonjakan pesanan datang dari Prancis, Italia, dan AS, terutama untuk vibrator dan boneka seks.

AliExpress mencatat pada paruh pertama 2020, ekspor melonjak hingga 50 persen secara tahunan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Lonjakan permintaan ini membuat para pabrik berlomba untuk memenuhi permintaan pasar global yang terjebak di dalam rumah karena virus corona.

“Kami mengekspor lebih dari 1.000 boneka seks manusia hidup per bulan. Kami telah mencapai kapasitas produksi penuh,” kata seorang manajer di Shengyi Adult Products Co di pusat manufaktur selatan Shenzhen kepada AFP.

Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang adalah tujuan utama boneka yang harganya masing-masing lebih dari 2.000 yuan atau sekitar US$300.

“Mereka tidak melihat (boneka seks) sebagai tabu. Sekarang orang lebih terbuka, dan mereka tidak menganggap benda-benda ini sangat aneh,” ujar Feng.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia