Terdakwa kasus suap dan gratifikasi, Pinangki Sirna Malasari mengatakan tidak pernah menyebut nama Jaksa Agung ST Burhanudin dan Mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali selama proses penyidikan hingga penuntutan kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.

Pinangki, eks Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, terjerat kasus korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan fatwa MA untuk Djoko Tjandra.

Bantahan Pinangki tersebut disampaikan penasihat hukumnya, Jefri Moses saat membacakan eksepsi atau nota keberatan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9).

“Perihal nama Bapak Hatta Ali (Mantan Ketua Mahkamah Agung) dan Bapak ST Burhanudin (Jaksa Agung RI) yang ikut dikait-kaitkan namanya belakangan ini dalam permasalahan hukum terdakwa, sama sekali tidak ada hubungannya dan terdakwa tidak pernah menyebut nama beliau, dalam proses penyidikan dan penuntutan perkara Terdakwa,” kata Jefri.

Dalam eksepsi itu, Jefri menyampaikan bahwa Pinangki hanya mengetahui ST Burhanudin sebagai atasan atau Jaksa Agung di institusi tempatnya bekerja. Namun, kata Jefri, kliennya tidak kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan Jaksa Agung.

“Terdakwa hanya tahu Bapak Hatta Ali sebagai mantan Ketua Mahkamah Agung namun tidak kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan beliau,” kata Jefri.

Lebih lanjut, Jefri mengatakan bahwa terdakwa melihat ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan kasus ini untuk kepentingan tertentu kepada nama-nama yang disebutkan dalam Action Plan.

“Terdakwa khawatir perkara yang membelitnya ini dijadikan alat untuk menjatuhkan kredibilitas pihak-pihak lain,” kata Jefri.

Usai proses persidangan, Pinangki juga sempat memberikan surat kepada awak media yang berisikan pernyataannya soal munculnya nama Jaksa Agung dan Eks Ketua Mahkamah Agung dalam kasus yang menjeratnya.

“Saya tidak pernah sekalipun menyebut nama-nama tersebut dalam pemeriksaan karena memang saya tidak pernah mengetahui action plan. Apalagi lagi membuat action plan tersebut,” tulis Pinangki dalam suratnya

“Namun saya meminta maaf kepada Bapak Hatta Ali dan Bapak Burhanudin yang namanya disebut sebut dalam permasalahan hukum yang saya hadapi,” imbuh dia.

Pernyataan Pinangki ini bertolak belakang dengan fakta persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, 23 September lalu.

Saat itu JPU Roni menyebut Pinangki memasukkan nama ST Burhanuddin ke dalam action plan pengurusan fatwa MA untuk Djoko Tjandra.

Dalam action plan, nama Jaksa Agung masuk skenario kedua, tepatnya skenario pengiriman surat dari Pengacara kepada pejabat Kejaksaan Agung Burhanuddin (BR).

Surat yang dimaksud adalah surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejagung untuk diteruskan kepada MA yang akan dilaksanakan pada 24 – 25 Februari 2020. Penanggungjawabnya adalah Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya.

Aksi ketiga adalah Burhanuddin (BR) mengirimkan surat permohonan fatwa MA kepada pejabat MA dengan inisial HA. Penanggung jawab aksi ini adalah Andi Irfan Jaya dan Pinangki. Sedangkan pelaksanaannya dilakukan pada 26 Februari – 1 Maret 2020.

Kemudian pada skenario ketujuh, Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat HA, yaitu menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa MA. Penanggung jawab aksi ini adalah IF (belum diketahui) dan Pinangki yang akan dilaksanakan pada 16-26 Maret 2020.

 

Editor : Aron

Sumber : cnnindonesia