Jaksa Pinangki Sirna Malasari akhirnya menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (23/9).
Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) menjerat Pinangki dengan 3 dakwaan yakni penerimaan suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.
Berikut ketiga dakwaan yang menjerat Pinangki:
Suap
Jaksa mendakwa Pinangki menerima suap sebesar USD 500 ribu dari commitment fee senilai USD 1 juta. Dugaan suap tersebut berasal dari terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
Jaksa menyebut suap itu diberikan agar Pinangki mengurus fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu diperlukan agar Djoko Tjandra tak perlu menjalani 2 tahun penjara di kasus cessie Bank Bali.
“Supaya terdakwa (Pinangki Sirna Malasari) selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara mengutus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Soegiarto Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 tanggal 1 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Sehingga Djoko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana,” ujar jaksa saat membacakan dakwaan.
Menurut jaksa, dari uang USD 500 ribu tersebut, sebanyak USD 50 ribu diberikan kepada Anita Kolopaking.
Jaksa menambahkan, rencana pengurusan fatwa ke MA pada akhirnya tak terlaksana. Meski demikian, Jaksa Pinangki tetap menikmati uang dari Djoko Tjandra sebesar USD 450 ribu.
Atas perbuatan tersebut, Jaksa Pinangki berdasarkan dakwaan pertama dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
Pencucian Uang
Dalam dakwaan kedua, Pinangki dijerat dengan Pasal pencucian uang. Jaksa menyatakan Pinangki telah mencuci uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar USD 444.900 atau sekitar Rp 6.219.380.900. Uang itu merupakan pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
“Jumlah keseluruhan uang yang digunakan terdakwa (Pinangki) sebesar USD 444.900 atau setara Rp 6.219.380.900 atau setidaknya sekitar jumlah tersebut, dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi,” kata jaksa.
Jaksa menyebut Pinangki telah mencuci uang tersebut dalam berbagai bentuk. Mulai dari membeli mobil BMW X5, sewa apartemen dan membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, membayar dokter home care, membayar kartu kredit, serta membayar sewa 2 apartemen mewah di Jakarta.
Atas perbuatannya, Jaksa Pinangki didakwa melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pemufakatan Jahat
Terakhir, Pinangki dijerat dengan dakwaan pemufakatan jahat. Pinangki bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra diduga bermufakat jahat untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai USD 10 juta.
Jaksa menyatakan, rencana pemberian suap senilai USD 10 juta tersebut agar Djoko Tjandra bisa mendapatkan fatwa dari MA. Sehingga Djoko Tjandra tak harus menjalani pidana selama 2 tahun penjara dalam kasus cessie Bank Bali.
“Telah melakukan pemufakatan jahat dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Soegiarto Tjandra untuk melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a,” ucap jaksa.
“Yaitu memberi atau menjanjikan uang sebesar USD 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, yaitu agar memberikan fatwa MA melalui Kejagung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa diekesekusi. Sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana,” lanjut jaksa.
Atas perbuatannya itu, Jaksa Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.
Editor : Parna
Sumber : kumparan