Jakarta – Aturan mengenai pembatasan ukuran kapal di era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti dicabut. Pencabutan itu melalui Surat Edaran Nomor B.416/DPJT/PI.410/IX/2020 tentang Pencabutan Surat Edaran Nomor B.1234/DJPT/PI.410.D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan Pada SIUP/SIPI/SIKPI.Surat ini ditujukan kepada pemilik atau pelaku usaha perikanan tangkap.

Dalam surat itu dijelaskan sektor perikanan tangkap diharapkan berkontribusi positif dan memberikan multiplier effect pada aktivitas ekonomi masyarakat di masa pandemi COVID-19.

Kemudian, pada angka 1 surat itu ditulis dalam rangka mendorong kegiatan usaha perikanan tangkap pembatasan ukuran kapal perikanan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

“Berkaitan dengan hal tersebut di atas Surat Edaran Nomor B.1234/DJPT/PI.410.D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan Pada SIUP/SIPI/SIKPI, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” tulis poin kedua surat tersebut.

Surat itu diteken pada 16 September 2020 dan ditandatangani a.n Menteri Kelautan dan Perikanan, Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kemudian buka suara soal pencabutan aturan batas ukuran kapal tersebut. Muhammad Zaini menjelaskan, jika surat edaran (SE) sebelumnya tidak dicabut maka banyak kapal lokal dengan ukuran 150 GT tidak bisa beroperasi.

“Kalau SE Dirjen tidak dicabut, banyak kapal lokal yang besarnya di atas 150 GT tidak bisa dioperasionalkan. Begitu juga kapal pengangkut ikan nggak bisa menggunakan kapal yang lebih besar, sehingga biaya angkut per kg tetap mahal dan tidak bisa bersaing karena tidak efisien,” katanya lewat pesan singkat, Senin (21/9).

Dia memaparkan, dengan pencabutan SE tersebut maka aturan mengenai kapal dikembalikan pada aturan Permen KP Nomor 30/2012 jo 26/2013 jo 57/2014. Sebab, SE Dirjen tidak bisa merevisi Permen.

Jelasnya, eksploitasi sendiri berkaitan dengan ukuran alat tangkap, di mana ukuran alat tangkap yang digunakan oleh kapal sudah diatur.

“Contoh untuk gill net, panjang yang diperbolehkan itu adalah 4 unit masing masing dengan panjang 2.500 m, itu untuk kapal di atas 30 GT. Jadi berapapun ukuran kapalnya maka maksimal yang boleh dibawa itu hanya 10.000 m,” terangnya.

Sementara, ukuran kapal berkaitan dengan seberapa jauh kapal itu bisa ke laut. Maka itu, itu ia berharap kapal di atas 100 GT hanya boleh menangkap di ZEE dan laut lepas.

“Sedangkan ukuran kapal berkaitan dengan seberapa jauh kapal itu bisa ke laut, sehingga kita harapkan kapal yang lebih besar itu bisa ke ZEE dan laut lepas. Oleh karenanya kapal di atas 100 GT itu hanya boleh menangkap di ZEE dan laut lepas,” katanya.

“Sedangkan untuk kapal angkut, itu berkaitan dengan efisiensi, bagaimana kita bisa bersaing karena kalau kapal kecil digunakan pengangkutan dari Papua ongkos per kg nya jadi sangat mahal,” jelasnya.

Dirinya juga menuturkan, dicabutnya SE tidak mengganggu nelayan kecil. Sebab, jalur untuk penangkap ikan sudah di atur.

“Nelayan dengan ukuran kapal yang besar tidak boleh masuk ke dalam,” terangnya.

Hal ini sebetulnya bukan wacana baru. Pada awal tahun ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan sedang mengevaluasi aturan larangan berlayar bagi kapal berukuran besar dengan kapasitas 150 GT ke atas. Bahkan dirinya terbuka bagi siapa saja yang ingin memberikan masukan.

“Evaluasi tentu kita lakukan. Sama tim-tim. Kita akan uji publik ke lapangan, yang tidak setuju silakan kasih masukan. Para ahli saya kumpulkan jadi penasehat. Pelaku usaha juga jadi komisi pemangku kepentingan supaya mereka saling mendengar,” kata Edhy di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Evaluasi aturan tersebut juga mengacu instruksi Presiden Joko Widodo agar nelayan nasional meramaikan wilayah ZEE termasuk di Natuna. Hanya saja nelayan tidak berani melaut di sana karena kapal yang digunakan berukuran kecil.

Edhy mengaku tidak akan mencabut aturan tersebut sebelum melakukan evaluasi secara mendalam. Sebab pemerintah juga harus menjaga keberlangsungan ekosistem kelautan.

Editor : Aron
Sumber : detik