Jakarta – Selandia Baru jatuh ke lubang resesi  karena pertumbuhan ekonomi-nya pada kuartal II 2020 susut hingga minus 12 persen. Rekor kontraksi itu pertama kalinya dialami Selandia Baru dalam satu dekade terakhir.

Resesi ekonomi adalah pertumbuhan negatif Produk Domestik Bruto (PDB) dalam dua kuartal berturut-turut. Diketahui, pada kuartal sebelumnya, kuartal I 2020, ekonomi Selandia Baru sudah minus 1,6 persen.

“Penurunan 12,2 persen dalam kuartalan merupakan rekor terbesar di Selandia Baru,” kata Paul Pascoe, Juru Bicara Badan Statistik Nasional Selandia Baru, mengutip AFP, Kamis (17/9).

Kontraksi ekonomi yang dirasakan Selandia Baru bertepatan dengan penguncian wilayah yang ketat (lockdown) yang diberlakukan sejak akhir Maret dan mereda pada akhir Mei lalu.

Menurut Pascoe, penutupan wilayah tersebut turut berdampak besar pada beberapa sektor ekonomi negaranya.

“Industri, seperti ritel, akomodasi, dan restoran, serta transportasi mengalami penurunan produksi cukup kentara. Mereka paling terpengaruh langsung oleh larangan perjalanan internasional dan penguncian wilayah,” jelasnya.

Sementara, industri lain, seperti manufaktur, makanan dan minuman jatuh lebih sedikit karena menyangkut hajat hidup orang banyak yang tetap dibutuhkan.

Resesi ekonomi yang dialami Selandia Baru terjadi sebulan jelang Perdana Menteri Jacinda Ardern menghadapi pemilihan umum.

Menteri Keuangan Selandia Baru Grant Robertson menilai kontraksi ekonomi 12,2 persen masih jauh lebih baik dari ekspektasi sebelumnya, yakni 16 persen.

Hasil yang lebih baik dari proyeksi awal pemerintah tersebut, sambung dia, karena kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintahan Perdana Menteri Ardern. Bekerja lebih keras dan lebih awal dapat berarti kembali lebih cepat kuat.

“Para ekonom sudah memperkirakan kuartal ketiga yang berakhir September ini akan menunjukkan rekor lompatan kembali ke pertumbuhan ekonomi,” imbuh dia.

Selandia Baru mencatat 25 kematian akibat pandemi virus corona yang melanda negara dengan populasi 5 juta penduduk tersebut. Bahkan, sebagian besar kasus positif telah diatasi sejak akhir Mei lalu usai gejolak di Auckland pada bulan sebelumnya.

Namun, partai oposisi di pemerintahan tetap menilai bahwa Ardern mengecewakan karena gagal menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi covid-19. Bahkan, kontraksi ekonomi Selandia Baru terus dibanding-bandingkan dengan Australia yang hanya minus 7 persen pada kuartal II.

“Kurangnya pragmatisme dan rencana yang jelas dari Partai Buruh (Ardern) telah membuat lubang ekonomi yang lebih dalam dan dampaknya lebih keras dari yang seharusnya,” kata oposisi.

“Kerusakan ekonomi ini tercatat dalam tiga bulan, tetapi akan berlangsung selama beberapa dekade mendatang. Ini adalah resesi terparah dalam ingatan mereka yang masih hidup,” sindirnya.

Selandia Baru mengalami resesi ekonomi terakhir pada 2008-2009 silam. Kepala Ekonom Kiwibank Jarrod Kerr menyebutkan skala penurunan PDB pada Juni 2020 belum pernah terjadi sebelumnya.

“Kami belum pernah melihat yang seperti ini. Ini traumatis. Ekspor jasa terhalang, turun 40 persen. Konsumsi turun 12 persen dan investasi merosot 20 persen,” ujar Kerr.

Pun demikian, Kerr optimistis, Selandia Baru akan mencatat rekor pertumbuhan 10 persen pada kuartal ketiga nanti.

“Bisnis dan rumah tangga telah dengan jelas beradaptasi dengan perdagangan di dunia, dengan kontrak tatap muka yang terbatas,” tandasnya.

 

Editor : Aron

Sumber : cnnindonesia