Jakarta – AstraZeneca menghentikan sementara atau menunda uji vaksin Covid-19 hasil kolaborasi dengan Universitas Oxford di seluruh dunia lantaran memicu penyakit aneh.Penundaan uji klinis tahap III ini dilakukan karena salah satu peserta pengujian di Inggris mendapat efek samping berupa penyakit yang tak dapat dijelaskan.

Hal ini merupakan hal yang biasa dilakukan pada uji vaksin untuk mencegah hal yang sama terjadi pada banyak peserta uji lain.

“Sebagai bagian dari pelaksanaan uji coba global secara acak dan terkendali dari vaksin Oxford, berdasarkan standar proses kami, (maka kami) melakukan penundaan vaksinasi untuk melakukan peninjauan data keamanan (vaksin),” seperti tertulis dalam pernyataan resmi Astra Zenecaseperti dikutip Selasa (8/9).

AstraZeneca tidak mengungkap reaksi efek samping apa yang terjadi pada peserta uji klinis itu. Namun, sumber Business Insider yang mengetahui masalah ini menyebut kemungkinan peserta uji coba itu akan kembali pulih.

Sumber itu menyebut langkah penundaan ini dilakukan sebagai langkah pencegahan berbagai hal. Sumber kedua menyebut penghentian sementara ini diperkirakan akan memengaruhi jadwal uji klinis vaksin tersebut. Bahkan kemungkinan akan memengaruhi juga uji vaksin dari pabrik lainnya.

“Ini adalah tindakan rutin yang harus dilakukan…sementara kami melakukan penyelidikan. (Hal ini dilakukan) jika muncul potensi penyakit yang tidak dapat dijelaskan dalam pengujian. Sehingga kami bisa memastikan keamanan uji klinis,” tambah pernyataan itu.

“Dalam uji coba skala besar, ada probabilitas muncul penyakit, tapi hal ini harus ditinjau secara independen untuk memeriksanya dengan cermat. Kami berupaya mempercepat peninjauan satu kasus ini, untuk mengurangi dampak pada jadwal uji coba. Kami berkomitmen terhadap keselamatan peserta kami dan standar yang tinggi dalam pencobaan kami.”

Sebelumnya, pada Selasa, AstraZeneca bersama delapan perusahaan lain menandatangani plakat perjanjian. Isi plakat itu perusahaan-perusahaan ini sepakat untuk tidak mengejar persetujuan pemerintah yang prematur terhadap vaksin corona.

Mereka akan menunggu hasil data pengujian yang cukup untuk memastikan vaksin aman digunakan. Delapan perusahaan yang menandatangi kesepakatan itu adalah CEO AstraZeneca, BioNTech GlaxoSmithKline, Johnson & Johnson, Merck, Moderna, Novavax, Pfizer, dan Sanofi.

Perusahaan ini menguji vaksin besutan Universitas di Inggris, Oxford, di Amerika Serikat, Inggris, Amerika Latin, Asia, Eropa, dan Afrika Selatan. Vaksin AstraZeneca ini adalah salah satu vaksin yang tengah diuji tahap akhir. Di Amerika Serikat, ada badan yang mengawasi uji coba vaksin, Dewan Pengawas Data dan Keamanan (DSMB).

Dewan ini yang akan memerintahkan dilakukan jeda atau menghentikan uji coba. Tapi, AstraZeneca tidak mengungkap siapa yang memerintahkan penghentian uji coba. Hingga saat ini belum diketahui siapa yang melakukan penundaan, kemungkinan hal ini dilakukan oleh AstraZeneca sendiri, seperti dikutip dari Businnes Insider.

Dalam sebuah studi fase 1/2 dari vaksin Oxford yang diterbutkan Juli lalu, menyebut 60 persen dari 1.000 peserta pengujuan mengalami efek samping.

Efek samping yang dirasakan termasuk demam, sakit kepala, nyeri otot, dan reaksi di tempat suntikan, dianggap ringan atau sedang. Namun, semua efek samping itu mereda selama pengujian berlansung.

Vaksin besutan Oxford ini dikenal dengan AZD1222 dan dikembangkan menggunakan adenovirus. Adenovirus ini membawa gen untuk salah satu protein di SARS-Cov-2, virus yang menyebabkan COVID-19.

Adenovirus ini dirancang untuk mendorong sistem kekebalan tubuh agar memberi perlindungan terhadap SARS-2.

Cara ini belum pernah digunakan dalam vaksin yang sudah disetujui dan beredar di pasaran. Tetapi, cara ini sudah pernah diuji dalam eksperimen vaksin sebelumnya, salah satunya untuk mengatasi virus Ebola.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia