Universitas Oxford diketahui menjual vaksin Covid-19 ke perusahaan farmasi AstraZeneca. Kesepakatan itu membuat AstraZeneca memiliki hak tunggal atas vaksin Covid-19 yang dibuat Oxford, termasuk dalam menentukan harga.

Tindakan Oxford itu bertentangan dengan yang dijanjikan sebelumnya. Kampus itu semula berjanji menyumbangkan hak paten vaksin kepada perusahaan manapun agar harga vaksin bisa terjangkau, bahkan gratis.

AstraZeneca sendiri menjadi pabrik resmi untuk memproduksi vaksin corona ChAdOx1 buatan Universitas Oxford, kini berubah namanya menjadi vaksin AZD1222. AstraZeneca dikucuri dana oleh Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) dan Gavi Vaccine Alliance pada 7 Juni 2020.

CEPI dan Gavi didanai oleh Bill and Melinda Gates Foundation dan didukung WHO. CEPI dan Gavi mengucurkan uang Rp10,5 triliun untuk memproduksi, pengadaan dan distribusi 300 juta dari 2 miliar dosis yang ada.

Melansir Fortune, AstraZeneca menyatakan akan menjual vaksin tanpa keuntungan, tetapi hanya selama pandemi setelah menjalin kesepakatan eksklusif dengan Oxford. Berdasarkan kesepakatannya dengan AstraZeneca, Oxford juga tidak akan menerima royalti selama pandemi.

Namun, kedua belah pihak dapat menghasilkan jutaan vaksin setelah berakhirnya pandemi.

Dengan informasi keuangan yang dirahasiakan, tidak ada yang dapat memastikan apakah vaksin benar-benar dijual dengan harga tertentu. Jika kekebalan vaksin hanya bersifat sementara dan jenis virus corona endemik memerlukan suntikan rutin selama bertahun-tahun, perusahaan akan menghasilkan banyak uang pada masa depan.

Oxford mundur dari janji lisensi terbukanya setelah Gates Foundation mendesaknya menemukan mitra perusahaan besar untuk memasarkan vaksin.

“Kami pergi ke Oxford dan berkata, Hei, Anda melakukan pekerjaan yang brilian. Tapi, kamu benar-benar perlu bekerja sama,” kata Bill Gates kepada wartawan.

Saham AstraZeneca telah meningkat hampir US$15 juta atau Rp219 miliar sejak awal April.

Melansir CNN, AstraZeneca yang berbasis di Inggris sedang mengembangkan vaksin dalam kemitraan dengan Universitas Oxford, dengan uji coba lanjutan yang sekarang sedang berlangsung bersama ribuan sukarelawan di berbagai negara.

Perusahaan telah merilis hasil awal dari uji coba Fase 1/2 yang diawasi ketat pada akhir Juli. Perusahaan mengklaim kandidat vaksinnya aman dan menginduksi respons imun.

Uji coba Fase 2/3 bertujuan untuk membuktikan apakah vaksin melindungi orang dari virus corona baru. Hasil uji coba itu diharapkan keluar pada akhir tahun ini, tergantung tingkat infeksi dalam komunitas percobaan.

AstraZeneca juga mengaku telah mencapai kesepakatan dengan beberapa pemerintah dan organisasi untuk memproduksi setidaknya 3 miliar dosis vaksin, dengan pengiriman pertama dimulai pada awal September.

Misalnya, Amerika Serikat telah membuat kesepakatan dengan AstraZeneca untuk 300 juta dosis, dikirim paling cepat Oktober. Negara-negara lain yang juga telah membuat kesepakatan adalah Rusia, Korea Selatan, Australia, Jepang, China dan Brasil.

Komisi Eropa pun memesan 400 juta dosis untuk semua negara anggota Uni Eropa.

 

Editor : Parna

Sumber : cnnindonesia