Jakarta – Mahkamah Agung (MA) telah menolak gugatan jilid II yang diajukan Upaya Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), untuk membatalkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur tarif baru BPJS Kesehatan kandas.
Gugatan KPCDI ada dalam nomor perkara Nomor 39 P/HUM/2020. Dengan ditolaknya gugatan itu, tarif baru BPJS sesuai Perpres 64/2020 yang berjalan sejak 1 Juli tetap berlaku.
“Tolak permohonan HUM (Hak Uji Materiil)” bunyi putusan majelis hakim Tata Usaha Negara (TUN) MA yang diketok Kamis, 6 Agustus, seperti dikutip dari laman MA.
Putusan tersebut diketok majelis hakim TUN yang diketuai Supandi serta Is Sudaryono dan Yodi Martono yang masing-masing sebagai anggota. Belum diketahui pertimbangan majelis hakim TUN MA menolak gugatan tersebut.
Tarif BPJS Kesehatan sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang dibatalkan MA yakni:
Kelas I Rp 160 ribu.
Kelas II Rp 110 ribu.
Kelas III Rp 42 ribu.
Sementara tarif BPJS Kesehatan sesuai Perpres 64/2020 yang dimenangkan MA yakni:
Kelas I Rp 150.000
Kelas II Rp 100.000
Kelas III Rp 42.000
Khusus Kelas III, hingga akhir tahun ini pemerintah masih memberikan tarif Rp 25 ribu ke masyarakat. Tapi, mulai Januari 2021, tarif yang akan dibayar peserta Kelas III hanya Rp 35 ribu per bulan karena pemerintah hanya mensubsidi Rp 7 ribu.
Gugatan Ditolak MA, Tarif BPJS Kesehatan Tak Akan Diturunkan Lagi (1)
Petugas melayani pelanggan di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Senin (9/3). Foto: ANATRA FOTO/M Risyal Hidayat

Dua Kali KPCDI Gugat Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan

KPCDI tercatat dua kali menggugat kenaikan tarif BPJS Kesehatan. Gugatan pertama KPCDI dilakukan pada akhir 2019. Saat itu, pemerintah kembali menaikkan iuran melalui Perpres 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Keputusan itu diambil atas dalih kian membengkaknya defisit BPJS Kesehatan, dengan potensi Rp 28 triliun di akhir tahun.
Langkah tersebut kemudian digugat oleh KPCDI ke Mahkama Agung (MA). MA mengabulkan permohonan yang otomatis membatalkan kenaikan tersebut.
Sayangnya, itu tidak bertahan lama sebab pada Mei 2020 lalu, pemerintah kembali menaikkan tarif baru sesuai dengan rencana akhir 2019.
KPCDI lalu mengajukan gugatan jilid II tersebut pada 20 Mei. Mereka menilai kenaikan tarif BPJS–yang sudah dibatalkan MA pada 27 Februari 2020–tidak memiliki empati di tengah kondisi masyarakat yang serba sulit.
“Bahwa ketika ketidakadilan berubah menjadi suatu hukum yang dipositifkan maka bagi kami selaku warga negara yang melakukan perlawanan di muka hukum tentu menjadi sesuatu hal yang diwajibkan, karena apa yang kita lakukan ini untuk mengontrol kebijakan menjadi suatu kebutuhan dan bukanlah karena suatu pilihan semata,” ujar kuasa hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, dalam keterangannya.
Gugatan itu diajukan KPCDI menindaklanjuti keputusan Presiden Jokowi yang menerbitkan Perpres 64/2020. Jokowi menerbitkan Perpres tersebut lantaran Perpres Nomor 75 tahun 2019 dibatalkan MA usai digugat KPCDI. Sayangnya, gugatan kedua ini ditolak MA.
Gugatan Ditolak MA, Tarif BPJS Kesehatan Tak Akan Diturunkan Lagi (2)
Pakai Face Shield, Presiden Jokowi tinjau Pasar Pelayanan Publik di Banyuwangi. Foto: Muchlis Jr – Biro Setpres

Jokowi Tiga Kali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

Selama memimpin pemerintahan Indonesia, Presiden Jokowi tiga kali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Langkah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan kali pertama terjadi pada tahun 2016 lewat Perpres Nomor 19 Tahun 2016.
Aturan tersebut mengatur besaran iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30.000. Sedangkan peserta kelas II dari Rp 42.500 menjadi Rp 51.000 dan Kelas I semula Rp 59.500 menjadi Rp 80.000.
Setelah menuai berbagai protes, kenaikan iuran untuk kelas III dibatalkan. Kendati demikian, kenaikan untuk kelas I dan II tetap diberlakukan.
Langkah tersebut nyatanya tak membuat neraca keuangan BPJS Kesehatan membaik. Angka defisitnya tetap melonjak dari semula Rp 5,7 triliun menjadi Rp 9,7 triliun.
Kebijakan menaikkan iuran tersebut kembali dilakukan pemerintah di akhir tahun 2019 melalui Perpres 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Keputusan itu diambil atas dalih kian membengkaknya defisit BPJS Kesehatan, dengan potensi Rp 28 triliun di akhir tahun.
Langkah tersebut kemudian digugat oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) ke Mahkamah Agung (MA). MA mengabulkan permohonan yang otomatis membatalkan kenaikan tersebut.
Di tengah kesibukan menangani pandemi COVID-19, pemerintah kembali memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Upaya untuk ketiga kalinya itu, tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan.
Lewat peraturan tersebut, iuran peserta mandiri kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000. Sementara iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Sedangkan iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 secara bertahap. Pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap sesuai jumlah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 senilai Rp 25.500. Namun pengurangan subsidi itu bakal berkurang di tahun 2021, yang menyebabkan nominal iuran menjadi Rp 35.000.

 

Editor : Aron

Sumber : Kumparan