Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Lho, katanya hari ini akan muncul sinyal Indonesia bakal resesi? Kok rupiah bisa menguat?

Pada Rabu 95/8/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.530 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

kemarin, rupiah berhasil menutup pasar spot dengan penguatan tipis 0,07% di hadapan dolar AS. Padahal rupiah nyaris seharian menghuni zona merah.

Hari ini, fokus pasar akan berpusat di pengumuman angka output perekonomian alias Produk Domestik Bruto (PDB). Sepertinya kontraksi atau pertumbuhan negatif sudah tidak bisa dicegah lagi.

Konsensus pasar menghasilkan nilai median perubahan PDB sebesar -4,53% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Kalau sampai terwujud, maka akan menjadi catatan terburuk sejak 2009. Kala itu, Indonesia sedang mencoba bangkit dari terpaan krisis keuangan Asia alias krisis moneter alias krismon.

Lho, kontraksi ekonomi bukannya akan menjadi sentimen negatif di pasar? Bagaimana bisa rupiah menguat?

Suasana Kawasan penukaran uang lusuh di Area Gedung Bank Indonesia,  Jakarta,  Kamis (1/2/2018). CNBC Indonesia/Muhammad Sabki Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Well, kontraksi ekonomi pada kuartal II-2020 memang sudah ‘takdir’. Ya sudah mau bagaimana lagi, jalannya sudah begitu. Tidak bisa diapa-apakan lagi…

Hampir semua negara, mungkin kecuali China, mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal II-2020. Bahkan di banyak negara, kontraksi ekonomi kuartal II-2020 lebih parah ketimbang kuartal sebelumnya. Kontraksi ekonomi dua kuartal beruntun ini yang disebut resesi.

Nah, Indonesia masih bisa membukukan pertumbuhan ekonomi 2,97% YoY pada kuartal I-2020. Jadi kalau periode April-Juni 2020 ekonomi tumbuh negatif, belum bisa disebut resesi.

Penentuannya akan terjadi pada kuartal III-2020, kalau minus lagi ya berarti Indonesia resmi resesi. Namun ada sinyal bahwa ekonomi Indonesia bisa pulih.

Sinyal ini terlihat di data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur. Pada Juli, IHS Markit mencatat PMI manufaktur Indonesia sebesar 46,9. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 39,1 dan menjadi yang tertinggi sejak Februari.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal. Kalau masih di bawah 50, maka artinya industriawan belum melakukan ekspansi.

Akan tetapi, tanda-tanda kebangkitan industri manufaktur Indonesia terus menguat. PMI memang masih di bawah 50, tetapi terus naik dalam tiga bulan terakhir.

“Data PMI terbaru menunjukkan bahwa perlambatan sektor manufaktur terus berkurang. Ada harapan dampak terburuk dari pandemi virus corona adalah pada kuartal II-2020 yang sudah berlalu.

Output produksi, pemesanan, hingga penyerapan tenaga kerja mulai meningkat seiring relaksasi kebijakan penanggulangan virus corona. Dunia usaha juga optimistis terhadap prospek produksi ke depan,” papar Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.

Masih adanya harapan bahwa Indonesia bisa terhindar dari resesi membuat pelaku pasar agak percaya diri untuk masuk ke pasar keuangan Tanah Air. Berbekal arus modal tersebut, rupiah pun percaya diri berjalan di jalur hijau.

 

Editor: Aron

Sumber : cnbcindonesia