JAKARTA – Pemilik 20 butir pil ekstasi ditemukan dalam penangkapan Kepala Pangkalan Bea-Cukai Tanjung Priok Agus Purnady dkk di Pulau Genteng Kecil, Kepulauan Seribu, masih misterius. Ketua Komisi III DPR Herman Herry mengaku mencium kejanggalan.
Kasus ini berawal saat Agus Purnady ditangkap Polres Jakarta Pusat atas dugaan penyalahgunaan narkotika di Pulau Genteng Kecil, Kepulauan Seribu, pada Minggu (21/6). Dalam penangkapan itu, polisi mengamankan 20 butir ekstasi.

Agus Purnady diamankan bersama lima perempuan dan lima laki-laki. Hasil tes urine seluruhnya dinyatakan negatif. Kapolres Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto membenarkan salah satu dari 11 yang diamankan itu adalah Agus Purnady.

“Iya (Agus Purnady) tadinya dia nggak ngaku pegawai, ternyata setelah kita periksa dia ngaku pegawai Bea-Cukai. Kartu anggota saja ada, tapi dia nggak ngaku jabatannya apa. Dia menunjukkan identitas dia sebagai pegawai Bea-Cukai, kalau nama Agus ada, inisial AP itu ada betul pegawai Bea-Cukai,” kata Kapolres Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto saat dihubungi detikcom, Rabu (24/6/2020).

Heru mengatakan Agus ditangkap di pulau kecil di Kepulauan Seribu. Agus diamankan bersama lima perempuan dan lima laki-laki lainnya.

“(Ditangkap) di pulau kecil di Kepulauan Seribu, Pulau Genteng Kecil. Ada lima perempuan, enam laki-laki, termasuk AP,” ucap Heru.

Namun hingga saat ini belum diketahui siapa pemilik ekstasi tersebut.

“Masih melakukan penyelidikan terhadap ke-11 orang tersebut,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (26/6/2020).

Yusri mengatakan, meskipun ditemukan barang bukti 20 butir ekstasi, hasil tes urine semuanya menyatakan negatif. Polisi masih menyelidiki kasus itu dalam kurun waktu 6×24 jam.

“Karena hasilnya itu negatif semuanya. Ada memang barang bukti yang ditemukan, ini masih kita gelarkan, masih penyelidikan, masih ada waktu karena di narkoba itu 6×24 jam,” katanya.

Menindaklanjuti kasus tersebut, Komisi III DPR juga mempertanyakan penanganan kasus di Polres Jakpus tersebut.

“Saya sebagai Ketua Komisi III, dalam beberapa kesempatan selalu memberikan dukungan penuh terhadap usaha-usaha Polri dalam memberantas narkoba. Tapi saya melihat dalam kasus ini, banyak kejanggalan-kejanggalan, sehingga menyebabkan publik bertanya-bertanya terhadap lambannya Polres Jakarta Pusat dalam menyelidiki kasus ini,” ujar Ketua Komisi III DPR Herman Herry dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (27/6/2020).

Herman Herry meminta polisi tegas dan tidak pandang bulu dalam mengusut kasus narkoba yang melibatkan pejabat Bea-Cukai ini. “Saya tegaskan bahwa Polri harus tegas dan tidak boleh pandang bulu dalam mengusut kasus ini. Hukuman terhadap narkoba harus tajam ke segala pihak,” kata Herman Herry.

Herman Herry membandingkan penanganan kasus narkoba yang dilakukan terhadap artis dengan pejabat. Herman Herry menilai polisi cenderung lebih tertutup ketika melibatkan pejabat.

“Publik saat ini bertanya-tanya, mengapa ketika kasus narkoba yang melibatkan artis, polisi cenderung sigap dan cepat mengungkapnya? Bahkan segala ekspose dilakukan terbuka. Tapi di kasus yang melibatkan pejabat ini, polisi justru cenderung diam dan menutupinya,” katanya.

Ia pun meminta polisi agar menangani perkara tersebut secara terbuka dan transparan. “Jangan sampai publik menilai ada kongkalikong dalam penanganan kasus ini,” imbuhnya.

Lebih lanjut Herman Herry menyatakan mendukung penuh upaya Polri dalam memberantas narkoba. Akan tetapi dalam kasus ini, ia melihat Polres Jakpus cenderung menutupi kasus.

“Di satu sisi, Polri sebagai institusi selalu berusaha memfestivalisasi upaya-upayanya dalam memberantas narkoba, tapi di kasus ini justru Polres Jakarta Pusat cenderung menutupi dan tidak tegas. Padahal informasi yang beredar di media, pesta narkoba ini melibatkan salah satu ASN Bea-Cukai dan puluhan ekstasi sebagai alat bukti,” katanya.

Editor: PARNA
Sumber: detiknews