JAKARTA – Ombudsman RI mencatat, dalam rangkap jabatan komisaris BUMN terdapat sejumlah potensi benturan regulasi. Ombudsman sendiri mencatat, terdapat 397 komisaris BUMN rangkap jabatan baik dari kementerian, non kementerian hingga akademisi.

Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menyebutkan, pertama, UU Pelayanan Publik. Ia menjelaskan, dalam regulasi itu dijelaskan, pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.

“Inti dari banyak hal, salah satu pembiaran terhadap potensi benturan regulasi kita biarkan sama-sama,” katanya dalam teleconference, Minggu (28/6/2020).

Kedua, terkait dengan UU TNI. Jelasnya, prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Ketiga, UU Polri. Senada, ia menjelaskan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Keempat, terkait UU BUMN. Ia menerangkan, anggota komisaris BUMN dilarang memangku jabatan rangkap. Kemudian, jabatan lain yang menimbulkan benturan kepentingan.

“Kemudian UU BUMN sendiri sudah menyatakan anggota komisaris memangku jabatan rangkap, macam-macam, ada direksi bumn lain dan sebagainya. Tapi yang penting jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan,” jelasnya

Terakhir, mengacu lampiran Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-02/Mbu/02/2015. Terangnya, pengangkatan komisaris BUMN harus memenuhi persyaratan formil, materiil dan lainnya. Salah satu persyaratan lainnya adalah bukan pengurus partai politik.

“Menurut saya jangan sanggah lagi Ombudsman, harus diakui ada beberapa tampaknya agak teledor bagaimana kita memperbaikinya jangan kita terus dipertentangkan di publik,” ungkapnya.

Editor: PARNA
Sumber: detikfinance