JAKARTA – Gedung Putih membantah sebuah laporan yang menyebut Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menerima pengarahan intelijen terkait peran Rusia di Afghanistan.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa Rusia menawarkan hadiah kepada militan yang terkoneksi dengan Taliban, bila mereka berhasil membunuh prajurit Amerika Serikat di Afghanistan.

Hadiah tersebut konon berupa insentif kepada militan untuk menargetkan prajurit Amerika Serikat, bersamaan dengan upaya Trump menarik tentara dari negara tersebut dan mengakhiri perang terpanjang Amerika. Keinginan Trump itu sendiri sama seperti salah satu tuntutan utama para militan di Afghanistan.

Kabar Trump menerima pengarahan intelijen itu pertama kali diberitakan oleh The New York Times pada Jumat (26/6). Surat kabar tersebut, mengutip sumber resmi namun anonim, mengatakan bahwa Trump diberi tahu terkait temuan intelijen pada Maret tersebut, namun Presiden AS itu belum memberikan keputusan apa pun.

Juru bicara Presiden As, Kayleigh McEnany mengatakan “baik Presiden maupun Wakil Presiden tidak menerima arahan terkait dugaan intelijen soal Rusia tersebut,”

“Ini tidak berbicara tentang pantasnya dugaan intelijen, tetapi untuk ketidaktepatan narasi The New York Times yang keliru menyebut bahwa Presiden Trump menerima pengarahan soal hal ini,”

Meski begitu, AFP menyebut bahwa pernyataan itu membuka peluang akan keberadaan laporan intelijen tersebut.

Pihak Taliban sendiri telah menyanggah laporan tersebut. Mereka menegaskan bahwa berkomitmen akan perjanjian yang ditandatangani pada Februari lalu yang berpeluang seluruh pasukan asing akan pergi dari Afghanistan pada tahun depan.

Taliban juga mengatakan bahwa kasus kematian prajurit AS di sana sebagian besar disebabkan oleh peledak buatan sendiri.

“Jihad 19 tahun ini tidak berhutang budi atas kebaikan badan intelijen atau pun negara asing,” kata pernyataan Taliban di Kabul.

Kelompok yang diyakini menerima dukungan intelijen Pakistan selama bertahun-tahun tersebut juga menyanggah tuduhan AS sebelumnya bahwa mereka dipersenjatai oleh Rusia.

“Kami menggunakan senjata, fasilitas, dan peralatan.. yang sudah ada di Afghanistan atau rampasan perang yang sering kami sita dari lawan pertempuran,” kata mereka.

Rusia juga membantah laporan The New York Times tersebut. Kedutaan Besar Rusia di Washington berkicau dan menyebut “tuduhan tak berdasar dan anonim” dalam laporan New York Times telah “mengarahkan pada ancaman langsung terhadap kehidupan karyawan” mereka di Washington dan London.

“Setop membuat #fakenews yang memprovokasi ancaman hidup, @nytimes,” kata mereka dalam kicauan selanjutnya.

Diberitakan AFP, Rusia sempat gagal melawan para militan setelah bertahun-tahun melakukan operasi di sana, hingga kemudian Amerika Serikat datang mengirim pasukan.

The New York Times mengatakan ada sejumlah teori yang berbeda terkait alasan Rusia bersedia mendukung serangan Taliban. Hal itu termasuk untuk tetap membuat AS kalah dalam perang.

Laporan itu menyebut bahwa unit Rusia juga berkeinginan balas dendam atas pembunuhan tentara bayaran Rusia oleh Amerika Serikat di Suriah. Kala itu, Moskow disebut mendukung Presiden Bashar al-Assad.

Menurut Times, operasi Taliban dipimpin oleh sebuah unit yang dikenal dengan kode G.R.U, yang disebut menjadi dalang berbagai insiden internasional termasuk serangan senjata kimia di Inggris pada 2018.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia