WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani surat perintah eksekutif untuk melakukan reformasi di tubuh kepolisian. Namun reformasi yang dimaksudkan Trump justru menolak seruan untuk menghentikan pendanaan atau merombak kepolisian.
Dalam surat perintah eksekutifnya, Trump menawarkan pendanaan dari pemerintah federal untuk memperbaiki tindakan para polisi, termasuk membuat sebuah basis data untuk melacak aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian.

Berbicara di Gedung Putih, Selasa (16/06) waktu setempat, Trump memulai pembicaraan dengan mengaku baru menemui sejumlah keluarga kulit hitam di Amerika Serikat yang kehilangan anggota keluarga. Termasuk di dalamnya keluarga Antwon Rose, Botham Jean dan Ahmaud Arbery – pria kulit hitam yang dibunuh di Georgia awal tahun ini.

Namun saat itu, tak ada perwakilan dari keluarga yang hadir bersama Trump. Sang presiden berbicara dengan dijaga oleh para pengawal.

  • Trump dukung pelarangan teknik tekan leher dalam penangkapan polisi, namun menegaskan itu sesekali diperlukan
  • Mengapa polisi AS jarang sekali dinyatakan bersalah ketika dituduh melakukan pembunuhan?
  • Trump keluarkan perintah eksekutif untuk “hapus perlindungan hukum bagi perusahaan media sosial’

Surat ini dirilis di tengah kemarahan sebagian masyarakat Amerika Serikat atas kematian seorang kulit hitam.

Sebelumnya, sejumlah kota di Amerika Serikat telah menyerukan reformasi besar-besaran di institusi kepolisian.

Apa yang Trump sampaikan?

Dalam pernyataannya, Trump kembali membela kepolisian sembari mengutuk para penjarah dan tindakan “anarkis”.

“Kita harus menemukan kesamaan,” kata Trump. “Tapi saya menentang keras dorongan radikal dan berbahaya untuk menghentikan pendanaan, merombak, dan membubarkan departemen kepolisian kita.”

Dia menambahkan, bahwa “tanpa polisi, akan terjadi kekacauan”.

“Warga Amerika percaya kita harus mendukung keberanian anggota polisi baik pria dan wanita yang menjaga keamanan di jalanan dan membuat kita aman,” kata Trump.

“Warga Amerika juga percaya kita harus meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan memberikan lebih banyak sumber daya dalam pelatihan kepolisian, perekrutan, dan penguatan komunitas.”

Upaya terbaru untuk mereformasi kepolisian ini terjadi setelah kematian George Floyd akhir bulan lalu.

Black Lives Matter march in Washington DC, 15 June

Floyd meninggal setelah petugas polisi kulit putih di Minneapolis menekan lehernya dengan lutut hampir selama sembilan menit. Terbunuhnya Floyd mendorong aksi unjuk rasa global dengan gerakan bernama ‘Black Lives Matter’

Ada kemarahan baru setelah kematian pria kulit hitam lainnya, Rayshard Brooks, saat upaya penangkapan di Atlanta, Jumat lalu.

  • Kematian George Floyd: Mengapa demonstrasi damai bisa berubah menjadi kerusuhan
  • Negara-negara yang membalas serangan Trump atas tudingan pelanggaran hak-hak demokrasi
  • Warga kulit hitam ditembak mati polisi di AS, kepala polisi mengundurkan diri

Apa saja isi surat perintah eksekutif Trump?

Surat perintah eksekutif ini dikeluarkan Trump pada saat Partai Demokrat dan Republik di Kongres Amerika Serikat sedang mengembangkan bentuk reformasi kepolisian versi mereka sendiri.

Perintah eksekutif presiden bertujuan untuk menambah insentif pendanaan kepolisian agar lebih maju, melalui sejumlah hibah federal untuk “pelatihan terbaik”.

Perintah eksekutif presiden juga membentuk basis data federal untuk menampung keluhan masyarakat terhadap anggota kepolisian.

Selain itu, perintah eksekutif juga mendorong pengerahan pekerja sosial untuk menggandeng kepolisian dalam menangani kasus non-kekerasan, termasuk kecanduan narkotika dan tunawisma.

Gedung Putih menekankan ide ini untuk membawa kepolisian lebih dekat dengan masyarakat.

Perintah eksekutif juga memprioritaskan pendanaan federal kepada departemen yang memperoleh sertifikat dengan standar tinggi mengenai pelatihan penurunan eskalasi dan penggunaan pasukan.

“Sebagai bagian dari proses kredensial yang baru, tindakan memiting akan dilarang kecuali mengancam nyawa seorang petugas kepolisian,” kata Trump. “Semua orang mengatakan ini lah saatnya, kita harus melakukannya.”

Presiden mengatakan pemerintah mencari hal baru “mengurangi penggunaan senjata mematikan untuk mencegah kematian”.

Trump menggambarkan insiden di Atlanta sebagai “sangat mengganggu”, dan inisiatifnya adalah “tentang keamanan”.

Presiden juga menyesalkan kematian George Floyd, tapi menolak anggapan rasisme telah mendarah daging di tubuh kepolisian.

Kritik terhadap kebijakan Trump?

Para kritikus mengatakan kebijakan ini gagal untuk mereformasi departemen kepolisian secara mendalam, seperti yang banyak diinginkan orang.

Setelah pengumuman itu, pemimpin Senat Demokrat, Chuck Schumer meminta anggota parlemen untuk mengesahkan undang-undang yang lebih berani.

“Sayangnya, perintah eksekutif ini tidak akan tersampaikan untuk memberikan perubahan makna dan akuntabilitas yang menyeluruh di departemen kepolisian, seperti keinginan warga Amerika,” katanya.

Petinggi Demokrat, Nancy Pelosi mengatakan, perintah eksekutif sebagai “gagal total dan sangat kurang tentang apa yang diperlukan untuk membasmi epidemi ketidakadilan rasial dan kebrutalan polisi yang telah membunuh ratusan warga kulit hitam”.

“Dalam momentum menyedihkan ini, kita harus menuntut perubahan yang lebih berani, bukan menyerah pada keterbatasan minimal,” dia melanjutkan.

Perintah presiden juga tidak berpengaruh terhadap syarat kekebalan (qualified immunity) – sebuah doktrin melindungi petugas pemerintah dari tanggung jawab, kecuali mereka melanggar hak-hak konstitusional yang “ditetapkan dengan jelas”.

Para pendukung reformasi mengatakan dengan doktrin itu berarti polisi dapat dimintai pertanggungjawaban, tapi Gedung Putih menyebut persoalan ini adalah bukan pemicu, dan Mahkamah Agung pada Senin kemarin, menolak untuk melakukan peninjauan.

Kristina Roth, dari Amnesty Internasional Amerika, menganalogikan perintah Trump ini “sama seperti pembalut luka tembak”

Hukum dan perintah presiden
Analisis oleh Tara McKelvey, Koresponden BBC di Gedung Putih

Dengan meneken perintah eksekutif, Trump sudah menyerah, sedikit.

Dia menyebut dirinya sendiri sebagai hukum dan ketertiban, lalu mengambil sebuah pendekatan garis keras kepada para pengunjuk rasa. Tapi pada Selasa kemarin, dia berbicara tentang perubahan kepolisian.

Dia menggunakan bahasa yang dramatis, mengatakan bahwa dia sebelumnya peduli terhadap keadilan. Dia juga menjelaskan bahwa dalam perintah eksekutifnya, misalnya, polisi akan ditemani oleh pekerja sosial saat mereka menangani para pecandu narkotika dan tunawisma.

Bagaimanapun, perintah eksekutif bukanlah seperti apa yang diinginkan kalangan aktivis.

Presiden berbicara lebih bersemangat tentang ekonomi, dan Gedung Putih diisi oleh para staf yang tidak menggunakan masker wajah.

Mereka – seperti presiden – mencoba untuk untuk menunjukkan kesan bahwa negara dan ekonomi saat ini kembali pada kondisi yang sehat seperti sedia kala.

Apa usulan reformasi lainnya?

Di Minneapolis, sejumlah anggota dewan mewacanakan untuk menghentikan pendanaan dan membubarkan kepolisian.

Di Atlanta, setelah kematian Rayshard Brooks, Wali Kota Keisha Lance Bottoms meminta serangkaian perubahan terkait penggunaan senjata mematikan oleh polisi. Hal ini termasuk tindakan “ikut campur” jika ada anggota polisi yang melihat sesama polisi melakukan pelanggaran.

San Francisco, Los Angeles, New York dan Chicago adalah sebagian kota yang mengatakan mereka akan mereformasi kepolisian dalam menggunakan kekuatan dan mencopot anggota polisi yang rasis.

Di New York, Gubernur Andrew Cuomo menandatangani aturan Selasa kemarin, yang mewajibkan anggota polisi menggunakan kamera di tubuhnya, dan membuat kantor baru untuk menginvestigasi anggota polisi yang melakukan pelanggaran.

Di tingkat federal, Partai Demokrat telah membuat aturan sendiri tentang reformasi kepolisian untuk diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Di antaranya adalah larangan menggunakan metode memiting para tersangka, dan melarang polisi memasuki ruang privat warga tanpa surat perintah.

Editor: PARNA
Sumber: detiknews