Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia. Melalui aturan tersebut, Edhy membuka kembali keran ekspor benih lobster yang sebelumnya dilarang beleid era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Menanggapi hal tersebut, salah satu Nelayan di Bengkulu Zenzi Suhadi menyampaikan peraturan ekspor lobster merugikan bagi nelayan. Sebab, dalam Permen KKP tersebut nelayan tak bisa menangkap benih lobster secara maksimal.

“Hampir setiap melaut seperempat benih itu bertelur. Nah kalau ini dilepas lagi di laut. Nelayan ini bangkrut. Akan berhenti dia jadi nelayan,” urainya saat diskusi virtual, Rabu (17/6).

Zenzi bilang hal lain yang membuat nelayan rugi adalah soal harga yang lebih rendah saat penerapan Permen KKP tersebut. Ia mencontohkan harga benih

Nelayan lobster di Kabupaten Lobok, Nusa Tenggara Barat

“Harga benih lobster di tingkat nelayan sebelum P12 (Permen KKP Nomor 12 Tahun 2020) sekitar Rp 7 ribu – Rp 10 ribu per ekor. Dengan penerapan P12, sudah banyak pihak itu harga dipatok Rp 4 ribu per ekor, kalau dibandingkan ekonomi di tingkat nelayan sekarang itu merugikan bagi nelayan, karena harganya setengah dari sebelum P12,” paparnya.

Sementara itu, Dosen Fakultas Perikanan IPB, Irzal Effendi menambahkan, peran pemerintah dapat menjadi pembimbing para nelayan budidaya untuk penerapan di lapangan.

Ia pun menyatakan supaya ada evaluasi setiap bulan terkait kebijakan ekspor lobster.

“Kemudian yang terakhir saya kira semacam uji coba learning by doing. Kita laksanakan ekspor tetap jalan tentunya evaluasi mesti tetap dilakukan untuk antisipasi ini semakin melenceng,” pungkasnya.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan