LONDON – Jose Mourinho dan Barcelona seperti air dan minyak, sulit bersatu dan saling bermusuhan. Tapi, di dalam hati Mourinho, Los Cules punya peran penting dalam kariernya saat ini.

Rivalitas Mourinho dan Barcelona tercipta ketika masih menangani Inter Milan. Publik Camp Nou tentu masih ingat bagaimana selebrasi lebay Mourinho di semifinal Liga Champions saat Inter menyingkirkan Barcelona tahun 2010.

Semusim kemudian, rivalitas itu makin sengit karena Mourinho melatih Real Madrid. Ditambah bumbu persaingan kedua raksasa Spanyol itu, Mourinho makin dibenci publik Barcelona. Tak cuma karena gaya main Madrid yang selalu keras cenderung kasar setiap Barcelona.

Tapi, juga karena Mourinho kerap iseng dengan melontarkan psy-war kepada para pelatih Barcelona seperti Pep Guardiola dan Tito Vilanova. Bahkan Mourinho sempat-sempatnya mencolok mata Vilanova di laga El Clasico karena tensi pertandingan sangat panas.

Meski demikian, Mourinho rupanya masih menaruh respek tinggi kepada Barcelona. Wajar karena karier manajerial Mourinho diawali di klub itu sebagai penerjemah untuk Sir Bobby Robson ketika masih melatih pada 1996.

Tak sekadar jadi penerjemah, Mourinho juga menyerap ilmu kepelatihan Robson sekaligus para pemain top Barcelona saat itu, seperti Luis Figo, Ronaldo Nazario Da Lima, dan bahkan Pep Guardiola. Selain itu, Mourinho juga sempat jadi asisten untuk Louis van Gaal yang menggantikan Robson.

Dengan ilmu yang diserap selama empat tahun di sana, termasuk menjadi pelatih Barcelona B pada 2000, Mourinho pun bisa jadi manajer top seperti saat ini dengan sederet gelar.

“Selama periode itu, saya harus punya sesuatu yang lebih untuk bisa berada di sana bareng orang-orang terbaik, tapi itu masih periode belajar. Senang rasanya bisa bekerja bareng Stoickhov, Figo, atau Ronaldo, serta dua pelatih hebat, Robson dan Van Gaal,” ujar Mourinho seperti dikutip Sportskeeda.

“Saya menyerap segalanya selama berada di Barcelona. Saya bekerja bareng dua pelatih terbaik di dunia dan saya bisa berlatih bareng beberapa pesepakbola terbaik di generasi saat itu dengan filosofi bermain, bekerja, dan bersaing yang luar biasa,” sambungnya.

Editor: PARNA
Sumber: detiksport