JAKARTA – Sederet dalih dikeluarkan dalam nota pembelaan atau pleidoi dua terdakwa kasus pelaku penyiraman air keras terhadap Penyidik senior KPK Novel Baswedan, yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6) kemarin sore.

Dua terdakwa penyerang Novel, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis tak hadir secara langsung di ruang persidangan. Mereka mengikuti persidangan kemarin secara virtual, dengan pleidoi yang dibacakan oleh tim penasihat hukumnya.

Pleidoi tersebut berisi poin-poin motif terdakwa melakukan penyerangan kepada Novel. Terdakwa banyak menyatakan, motif yang dilakukannya murni masalah pribadi tanpa melibatkan pihak manapun.

Kebencian Pribadi

Rahmat Kadir Mahulette adalah orang yang melakukan penyiraman terhadap Novel. Dia menyebut motifnya melakukan penyiraman air keras dilandasi kebencian dan dendam pribadi.

“Perbuatan didorong rasa benci pelaku kepada korban karena menilai saksi korban [Novel] kacang lupa akan kulitnya,” kata tim penasihat hukum Rahmat saat membacakan pleidoinya kemarin.

Rahmat disebut memiliki motif pribadi kepada Novel terkait kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004 silam. Saat itu Novel bertugas sebagai polisi.

Kuasa hukum menyebut Novel dianggap tidak bertanggung jawab atas kasus sarang burung walet yang mengakibatkan kematian maupun cacat permanen terhadap sejumlah pelaku.

“Sikap patriotik terdakwa merasa tercabik, terdakwa ingin memberi pelajaran kepada saksi korban,” lanjutnya.

Rahmat menilai Novel yang merupakan mantan anggota kepolisian tidak memiliki sifat ksatria dan tidak memiliki jiwa korsa terkait kasus burung walet tersebut. Menurut Rahmat, alih-alih bertanggungjawab, Novel malah mengorbankan anak buahnya dalam kasus itu.

Bukan Air Keras tapi Air Aki

Rahmat dalam pleidoinya membantah menyiram Novel menggunakan air keras. Ia juga menyatakan tidak bermaksud melukai Novel secara sengaja. Ia mengaku hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel atas perbuatannya.

“Terdakwa ingin memberikan pelajaran kepada saksi korban dengan menyiramkan air aki yang telah dicampur dengan air biasa ke tubuh korban,” jelas tim penasihat hukum Rahmat.

Rahmat mengaku gerah dengan sikap Novel yang tidak ksatria dalam kasus sarang burung walet. Lantas, secara spontan melakukan aksinya dengan dibantu terdakwa Rony Bugis. Namun dalam penuturan tim penasihat hukum, Rony Bugis tidak mengetahui niat penyiraman Rahmat.

“Rony Bugis tak punya pengetahuan yang sama dengan terdakwa, dia alat untuk melaksanakan perbuatan penyiraman Novel Baswedan,” ungkap tim penasihat hukum.

Tak Ada Perintah Atasan

Dalam pembelaannya, Rahmat juga menyatakan bergerak atas kemauan sendiri dan tanpa tendensi dari pihak manapun.

Pernyataan itu menegaskan kembali motif dendam pribadi sebagai alasan utama penyiraman terhadap Novel.

“Terdakwa karena motivasi pribadi yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan perintah atasan atau karena adanya imbalan,” ujar tim penasihat hukum.

Meredam Isu Negatif Kepolisian

Rahmat mengaku menyerahkan diri kepada polisi pada 26 Desember 2019 silam karena mengaku tak enak hati.

Ia merasa bersalah atas opini negatif masyarakat terhadap institusi kepolisian yang tidak mampu mengungkap peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel.

“Terdakwa termasuk menyerahkan diri untuk meredam isu-isu negatif yang menghancurkan kepolisian,” ujar tim penasihat hukum.

Menurut Rahmat, perbuatannya telah menciptakan kegaduhan dalam kepolisian. Aksinya itu menciptakan beragam berita yang menggiring opini masyarakat, bahwa peristiwa penyerangan tersebut memiliki hubungan dengan perkara yang sedang ditangani Novel pada saat itu.

Mata Rusak karena Penanganan

Rahmat dalam pengakuannya juga menyebut kerusakan mata kiri Novel Baswedan yang menyebabkan cacat permanen bukan murni disebabkan oleh perbuatannya.

Tim penasihat hukum kedua terdakwa menyatakan kerusakan itu terjadi karena buruknya penanganan terhadap mata Novel.

“Bukan akibat langsung perbuatan penyiraman, melainkan akibat sebab lain yaitu penanganan tidak benar dan tidak sesuai, dan didorong sikap saksi korban yang tidak kooperatif dan sabar atas tindakan medis,” jelasnya.

Sebelumnya, jaksa dalam dakwaannya menyebut terdakwa Rahmat Kadir Mahulette telah menyiramkan cairan asam sulfat (H2SO4) ke bagian kepala Novel sehingga menyebabkan kerusakan fatal pada mata dan penglihatannya.

Asam sulfat atau H2SO4 biasa digunakan sebagai air aki karena mengandung elektrolit yang dapat menyimpan dan menghantar arus listrik. Ini sejalan dengan klaim terdakwa yang menyebut menggunakan air aki saat menyiram Novel.

Berdasarkan hasil visum et repertum nomor 03/VER/RSMKKG/IV/2017 tertanggal 24 April 2017 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga, ditemukan luka bakar pada bagian wajah dan kornea mata kanan dan kiri Novel.

Berdasarkan segala pembelaan para terdakwa, JPU akan memberikan respons dalam sidang yang akan dilanjutkan pekan depan, Senin (22/6).

Jaksa dalam persidangan sebelumnya pada 11 Juni lalu menuntut dua terdakwa dengan pidana satu tahun penjara.

Para terdakwa terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.

Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny selama ini telah bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya, kooperatif dalam persidangan, dan telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun.

Atas perbuatannya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia