Jumlah kasus virus corona di Indonesia meroket di saat beberapa wilayah memasuki masa PSBB transisi. Dalam tiga hari terakhir, kasus positif corona di Indonesia terus melonjak hingga mencatatkan rekor penambahan kasus baru dalam dua hari terakhir. Pada 9 dan 10 Juni lalu, kasus positif COVID-19 di Indoonesia meningkat dengan jumlah masing-masing 1.043 dan 1.240 kasus per hari.

Menurut Tifauzia Tyassuma, Direktur Eksekutif Clinical Epidemiology dan Evidence Based Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), peningkatan kasus di masa PSBB transisi ini disebabkan oleh tiga faktor. Faktor pertama adalah imbas dari pulang kampung atau mudik saat Lebaran lalu. Tifauzia menyebut kondisi ini dengan istilah “tumpahnya mangkok merah”, yang ditandai dengan pergeseran pusat episentrum penyebaran COVID-19 ke daerah-daerah.

Ia menambahkan, meski pemerintah sudah mengimbau masyarakat untuk tidak mudik, pada kenyataannya mudik tetap tidak dapat dihindari. Akibatnya, penyebaran COVID-19 yang semula terpusat di kawasan Jabodetabek bergeser ke wilayah lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Konsekuensinya, angka kasus COVID-19 di DKI Jakarta secara relatif akan menurun, sementara kasus di wilayah tujuan mudik akan meningkat.

“Kondisi ini saya sebut dengan “tumpahnya mangkok merah’, yaitu daerah-daerah episentrum, dalam hal ini sebelum Lebaran 70 persen dari kasus positif itu di Jakarta. Karena pulang kampung dan mudik itu tidak bisa dihindari, itu membuat kemudian ‘mangkok merah’ tumpah dan tersebar merata,” jelasnya.

Pertumbuhan kasus di Jawa Timur misalnya, selama beberapa pekan terakhir terus meningkat hingga mencapai lebih dari 1.000 kasus per pekan. Puncak pertumbuhan kasus di Jawa Timur terjadi pada 21-27 Mei dengan 1.646 kasus, kemudian menurun pada 28 Mei-3 Juni menjadi 1.176 kasus, dan meningkat lagi menjadi 1.488 kasus pada 4-10 Juni.

Saat ini, jumlah kasus aktif di Jawa Timur sudah menggeser posisi DKI Jakarta dan menjadi yang tertinggi di Indonesia. Kasus aktif di Jawa Timur tercatat sebanyak 4.595 kasus, sementara kasus aktif di DKI Jakarta berjumlah 4.451.

Kampanye cegah corona di pasar

Meroketnya kasus corona dalam beberapa hari terakhir juga merupakan konsekuensi logis dari peningkatan jumlah tes yang dilakukan pemerintah dalam beberapa pekan terakhir. Saat ini pemerintah mampu melakukan pemeriksaan spesimen di atas 10.000 tes per hari melalui metode PCR dan TCM.

Selama tiga hari terakhir, pemerintah telah melakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 16.181 spesimen (9/6), 17.757 spesimen (10/6), dan Kamis (11/6) sebanyak 16.702 spesimen. Presiden Joko Widodo juga telah meminta target pemeriksaan spesimen ditingkatkan menjadi 20.000 tes per hari.

“Sebelumnya pemerintah hanya melakukan tes sebanyak 1.000 spesimen per hari. Sekarang sudah lewat 10.000. Bahkan targetnya naik menjadi 20.000 sehari. Itu artinya kan cakupan kasus meningkat,” ujar Tifauzia.

Namun menurutnya, meski jumlah tes telah meningkat, proporsi pemeriksaan dengan jumlah penduduk masih terhitung rendah. Itu artinya, jumlah tes saat ini masih belum dapat menunjukkan jumlah kasus riil di masyarakat.

Menurut data Worldometer, hingga saat ini rasio tes di Indonesia baru mencapai 1.696 tes per 1 juta penduduk atau berada di bawah negara berpopulasi besar lain seperti India, Pakistan, Bangladesh, atau dibanding negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

“Kita mesti mengandalkan hasil perhitungan dari model prediksi epidemiologi sebagai satu-satunya metode yang valid untuk memperkirakan jumlah kasus yang ada secara fakta,” tambahnya.

Jokowi di mall summarecon bekasi

Faktor lain yang berkontribusi pada meningkatnya jumlah kasus adalah kebijakan new normal yang diterapkan pemerintah. Menurut Tifauzia, new normal justru menyebabkan kewaspadaan dan kedisiplinan masyarakat berkurang. Hal itu disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat akan bahaya COVID-19 dan merebaknya hoaks serta misinformasi di tengah masyarakat.

Sebelumnya, pemerintah telah intensif mempromosikan kebijakan new normal yang bertujuan memulihkan kondisi ekonomi. Dalam masa new normal, aktivitas bisnis diizinkan kembali berlangsung namun dengan protokol kesehatan ketat. Selain itu moda transportasi publik juga sudah beroperasi.

Meski demikian, Presiden Joko Widodo menyatakan pembatasan sosial masih dapat dilakukan apabila terjadi peningkatan kasus yang konsisten di suatu wilayah.

“Tatanan baru tersebut harus dilakukan dengan hati-hati, merujuk pada data-data dan fakta-fakta di lapangan. Seperti yang dirujuk dr Dewi, datanya ada semua komplit semua,” ungkap Jokowi, saat mengunjungi kantor Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (10/6).

Editor: PARNA
Sumber: kumparan