JAKARTA – Dewan Pers menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja mengatur kebebasan pers yang telah dijamin oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).

Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Agung Dharmajaya mengatakan ada sejumlah aturan di RUU usulan pemerintah ini yang coba mengatur kebebasan pers. Dia menyoroti Pasal 87 RUU Ciptaker yang merevisi Pasal 11 dan Pasal 18 UU Pers.

“Berdasarkan kajian yang ada dalam RUU Cipta Kerja, kami dengan segala hormat menolak untuk tidak membahas dan memasukan ketentuan mengenai kemerdakaan pers yang sudah diatur Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Agung dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI yang disiarkan langsung situs dpr.go.id, Kamis (11/6).

Diketahui Pasal 11 UU Pers mengatur penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal. Aturan itu diubah dalam RUU Ciptaker menjadi “Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.”

Kemudian Pasal 18 UU Pers mengatur perusahaan pers yang melanggar aturan disanksi pidana denda paling banyak Rp500 juta. Ketentuan denda itu kemudian direvisi dalam RUU Ciptaker, yakni denda hingga Rp 2 miliar. Selain itu, pemerintah diberi kewenangan untuk merumuskan jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif lewat peraturan pemerintah.

Agung menyampaikan Dewan Pers memberi dua opsi bagi DPR RI dan pemerintah dalam pembahasan RUU ini. Dewan Pers meminta pelibatan penuh unsur pers dalam pembahasan atau pencabutan seluruh aturan terkait pers dari RUU.

“Kami memberikan alternatif di mana RUU Cipta Kerja menghapus yang berkaitan dengan sektor pers. Ini jadi kesepakatan Dewan Pers dan teman-teman konstituen,” ucapnya.

Buruh Minta Duduk Bersama Pemerintah dan Pengusaha

Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan dan perwakilan serikat pekerja atau buruh di kantornya.

Pertemuan ini dilakukan Mahfud untuk membahas dan meminta masukan berkaitan dengan RUU Ciptaker yang sudah mulai dibahas di DPR.

Dalam pertemuan itu, para buruh meminta agar pembahasan RUU Ciptaker bisa dilakukan secara intens dan detail. Hal ini dilakukan agar masukan dari para buruh bisa terpenuhi.

Presdien Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wae yang hadir dalam pertemuan itu meminta agar pemerintah, serikat buruh, dan pengusaha bisa duduk bersama membahas persoalan ketenagakerjaan ini. Tujuannya agar bisa tercapai kesepahaman antara buruh, pemerintah, dan pengusaha.

Dia juga berharap pemerintah mau membentuk tim teknis berkaitan dengan pembahasan RUU Ciptaker. Tentunya tim ini harus melibatkan sejumlah pihak, baik dari pengusaha, pemerintah maupun buruh.

“Kami berharap agar bisa dibentuk tim teknis segera, tim teknis yang isinya tripartit, ada serikat buruh, ada Kadin dan juga ada pemerintah yang duduk bersama dan bicara bersama,” kata Andi dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (11/6).

Mahfud yang menjadi tuan rumah memastikan pertemuan yang dia bagi dalam dua sesi itu dilakukan untuk bertukar pikiran demi meningkatkan kesejahteraan para buruh.

“Pertemuan ini agar kita bisa saling bertukar pikiran mengenai Omnibus Law tenaga kerja. Dengan keyakinan bahwa dengan pikiran yang sama untuk dapat meningkatkan martabat dan kesejahteraan tenaga kerja” kata Mahfud.

Selain Mahfud, dalam rapat ini sejumlah menteri dan lembaga hadir untuk ikut membahas RUU Cipta kerja itu. Yakni Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, dan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko.

Dalam kesempatan itu, Airlangga menyebut pandemi wabah Covid-19 tak hanya berdampak buruk pada kesehatan, tetapi juga berimbas langsung pada para buruh akibat maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dia memastikan, pemerintah telah mengambil langkah-langkah penting terkait kejadian PHK ini.

“Jadi dua hal yang ingin diselesaikan pemerintah yaitu memutus mata rantai dari pandemik itu sendiri dan memutus mata rantai dari dampak PHK. Ini memerlukan kerjasama yang erat dengan serikat pekerja,” kata Airlangga.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia