Industri maskapai penerbangan hingga hotel dinilai memerlukan waktu yang lebih lama untuk pulih dibandingkan industri lainnya. Bahkan bisnis maskapai dan hotel diperkirakan memerlukan waktu lebih dari dua tahun untuk kembali pulih setelah terdampak virus corona.

Tim Asistensi Menko Perekonomian, Raden Pardede mengatakan, kedua industri tersebut diprediksi belum pulih di era tatanan baru atau new normal. Menurutnya, kepercayaan konsumen masih akan menjadi tantangan bagi pertumbuhan industri penerbangan dan perhotelan.

“The loser itu adalah industri terkait hospitality. Jadi memang airlines, perhotelan, ini memang mungkin akan lebih butuh waktu lebih panjang. Satu sampai dua tahun belum terlihat pertumbuhan cepat di sini, karena butuh waktu untuk pemulihkan kembali kepercayaan di sini,” ujar Raden dalam video conference, Selasa (9/6).

Dia mencontohkan, dalam kondisi new normal, jaga jarak di dalam pesawat juga masih diharuskan. Sehingga hal ini pun berpengaruh pada kapasitas penumpang dan pendapatan maskapai.

“Jadi yang sebelumnya katakan kapasitas pesawat 100 orang, mungkin jadi 50 orang. Ini akan berpengaruh ke income mereka,” katanya.

WNI menjalani protokol kesehatan di Bandara Soetta

Akibat kapasitas penumpang yang juga terbatas, tujuan destinasi pun masih akan tertekan. Akibatnya, industri perhotelan juga sepi.

Selain itu, adanya berbagai persyaratan kepada penumpang untuk bisa berangkat ke suatu destinasi juga tak mudah. Inilah yang membuat masyarakat berpikir kembali sebelum menggunakan jasa penerbangan

“Jadi dugaan saya ini khusus untuk industri yang berkaitan dengan pariwisata atau hospitality itu akan lebih panjang,” jelasnya.

Adapun pertumbuhan industri penerbangan dan hotel merupakan yang terendah. Untuk maskapai, turun 87 persen (yoy) di Mei 2020, jauh lebih rendah dibandingkan April 2020 yang terkontraksi 84 persen (yoy).

Selama Januari-Mei 2020, bisnis maskapai anjlok 49 persen (yoy), juga jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4 persen (yoy).

Disusul bisnis hotel yang turun hingga 93 persen (yoy) di Mei 2020, semakin anjlok dari April 2020 yang juga terkontraksi 85 persen (yoy). Selama Januari-Mei 2020, bisnis hotel turun 46 persen (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang positif 5 persen (yoy).

Protokol Normal Baru Kemenparekraf

Bisnis yang Melesat di Era New Normal

Sedangkan untuk industri yang akan maju saat new normal maupun setelah adanya pandemi virus corona yaitu kesehatan, farmasi, hingga bisnis online.

Potensi industri kesehatan dinilai memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dalam negeri. Selama ini, banyak masyarakat Indonesia melakukan pengobatan di luar negeri.

Adapun devisa yang keluar dari Indonesia ke Malaysia dan Singapura sekitar Rp 75 triliun sampai Rp 100 triliun setiap tahunnya.

“Jadi kita menghabiskan devisa yang besar sekali kenapa nggak kita kembangkan ini di Indonesia ini menjadi penting,” kata Raden.

Untuk industri farmasi dan alat kesehatan, Raden menilai, industri ini akan mengalami kenaikan sekitar Rp 1 triliun dan dapat dimanfaatkan sebagai ekspor unggulan.

“Perhitungan saya kenaikannya bisa sekitar Rp 1 triliun dari rumah tangga. Jadi artinya bagaimana kita mengembangkan industri kesehatan kita untuk menjadi andalan ekspor kita untuk tahun-tahun berikutnya,” jelas dia.

Raden melanjutkan, industri selanjutnya yang akan melesat di era new normal adalah bisnis online. Adanya pandemi COVID-19 membuat pola konsumsi masyarakat bergeser, dari konvensional menjadi online atau digital.

“Industri ini harus kita kembangkan pemerintah, harus mendukung ini, jadi penjualan lewat online untuk industri UMKM kita menjadi penting sekali. Kemampuan mereka masuk di dalam penjualan online juga transaksi menjadi online ini menjadi penting sekali. Kita lihat the new normal ini melahirkan industri-industri yang beradaptasi dengan situasi yang baru,” tambahnya.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan