JAKARTA
– Perselingkuhan bisa berdampak fatal pada sebuah pernikahan. Biasanya perceraian yang menjadi pilihan ketika salah satu pasangan berselingkuh. Jika perceraian jadi pilihan, anak-anak pun ikut terkena efeknya. Mereka akan kehilangan keluarga yang utuh. Belum lagi jika anak tersebut ikut melihat perselingkuhan orangtuanya.

Apa dampak perselingkuhan orangtua pada anak-anak? Benarkah anak yang melihat orangtuanya selingkuh bisa trauma?

Menurut psikolog Meity Arianty, STP., M. Psi, setiap anak memiliki konsep yang berbeda tentang selingkuh. Konsep ini tergantung dari usia dan kematangan berpikir dari anak tersebut.

Family Problems. Cute Little Girl Suffering From Parents Arguing, Sitting On Floor With Teddy Bear, Feeling Abandonned And Lonely

Beberapa anak ada yang tidak memahami konsep selingkuh. Mereka tidak dapat membedakan secara jelas perselingkuhan orangtuanya tersebut. Jika ini yang terjadi pada anak maka perselingkuhan orangtua itu belum tentu berimbas pada kondisi psikologisnya.

“Namun jika anak memahami konsep selingkuh maka tentu akan berimbas pada kondisi psikologisnya,” ujar Mei saat dihubungi oleh Wolipop, Senin (8/6/2020).

Apapun kondisinya, orangtua yang berselingkuh dan kemudian bercerai tidak boleh menganggap remeh dampak perilaku buruk mereka itu pada perkembangan sang anak. Anak bisa trauma, namun efek ini kata Meity juga tergantung beberapa faktor.

“Jadi tergantung beberapa hal, misalnya dilihat dari kondisi anak tersebut, beberapa anak yang mengalami trauma tergantung besar kecilnya kejadian, benturan atau permasalahan yang terjadi saat itu yang membuatnya shock. Beberapa penelitian menyebutkan faktor risiko yang membuat seseorang mengalami trauma,” jelasnya.

Meity pun menjabarkan beberapa faktor risiko yang menyebabkan anak mengalami trauma, karena perselingkuhan kedua orangtuanya :

1. Pernah mengalami peristiwa berbahaya yang membuatnya trauma.
2. Merasa tidak berdaya, ketakutan yang ekstrim terhadap sesuatu.
3. Mengalami kejadian yang beruntun. Setelah mengalami kejadian yang menyedihkan misalnya kehilangan orang yang dicintai kemudian kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki tempat tinggal.
4. Dan beberapa faktor lainnya.

Family Problems. Cute Little Girl Suffering From Parents Arguing, Sitting On Floor With Teddy Bear, Feeling Abandonned And Lonely

Namun Mei menambahkan soal trauma ini juga ada hal yang harus di garis bawahi. Menurutnya setiap orang yang mengalami kejadian yang tidak serta merta bisa trauma. Hal itu karena beberapa orang ada yang memiliki resiliensi tinggi atau kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.

“Maka ia mampu mempertahankan stabilitas psikologis dalam menghadapi stresnya. Ini berbeda dengan orang yang memiliki resiliensi yang rendah. Kemudian ada orang yang memiliki strategi coping yang baik dimana ia dapat membantu dirinya untuk mengatasi atau mengendalikan situasi yang alami sebagai sesuatu yang harus ia hadapi dengan bijaksana,” tuturnya.

Selain itu, menurut Mei, ada faktor eksternal lainnya yang juga bisa membantu anak mengatasi traumanya, Misalnya dukungan sosial untuk anak tersebut.

“Apakah anak-anak memiliki orang-orang yang mencintai dan mendukungnya atau anak merasa kesepian sehingga anak lebih stres dan merasa tertekan sendirian. Karena orang-orang yang memiliki social support akan merasa nyaman secara fisik dan psikologis sehingga akan mudah bangkit dan bertahan menghadapi permasalahannya,” tambahnya.

Editor: PARNA
Sumber: wolipop