JAKARTA – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) mengubah jumlah penerima bansos tunai (Bantuan Langsung Tunai/BLT) Dana Desa dari 12.307.160 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menjadi kurang lebih 8 juta KPM.

Perubahan ini terjadi usai tahap evaluasi dan realisasi penyaluran BLT Dana Desa tahap pertama sampai Senin (1/6) lalu.

Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar menyebut mulanya memperkirakan jumlah penerima akan mencapai 12 juta KPM dari. Perkiraan ini diambil dari tahap simulasi awal yang merujuk pada hitungan batas minimal alokasi Dana Desa yang bisa digunakan untuk BLT.

Berdasarkan aturan minimal alokasi, pemerintah memperkirakan desa dengan pagu Dana Desa di bawah Rp800 juta bisa memberikan 25 persen anggarannya untuk BLT. Dari ketentuan ini, ada sekitar Rp506,09 miliar dari 21.778 desa yang bisa diberikan ke masyarakat.

Bila nominal BLT Dana Desa Rp600 ribu per KPM, maka setidaknya dana tersebut bisa diberikan ke 281.166 KPM. Sementara, dari 42.362 desa yang berpagu Dana Desa Rp800 juta sampai Rp1,2 miliar, akan ada dana Rp14,93 triliun yang bisa diberikan ke 8.297.244 KPM.

Sedangkan untuk desa dengan pagu di atas Rp1,2 miliar, setidaknya ada dana Rp6,78 triliun yang bisa diberikan ke 3.768,750 KPM. Dengan demikian, total penerima bisa mencapai 12.347.160 KPM.

Namun, hasil evaluasi kementerian yang didapat dari para perangkat desa ternyata ada sejumlah masyarakat desa yang mendadak tidak masuk dalam daftar penerima. Pasalnya, masyarakat tersebut dianggap sudah tidak memenuhi kriteria penerima BLT Dana Desa.

Hal ini sudah diputuskan berdasarkan musyawarah khusus desa. Misalnya, salah satu kriteria penerima BLT Dana Desa adalah mereka yang kehilangan mata pencaharian akibat tekanan pandemi virus corona atau covid-19.

“Misalnya, ada KPM yang dia punya usaha yang ternyata naik di saat covid-19, omzetnya justru naik, jadi kaya hidupnya, tercukupi lagi, makannya tidak susah. Jadi dia dicoret pada putaran (pencairan) bulan berikutnya,” ungkap Abdul saat konferensi pers virtual, Selasa (2/6).

Abdul mengaku ia tidak masalah bila jumlah penerima berkurang akibat kebijakan evaluasi. Asalkan, memang sudah sama-sama disepakati dalam musyawarah khusus desa.

“Yang penting semua keputusan itu dibawa ke musyawarah, artinya musyawarah bisa dilakukan lebih dari satu kali dan memang itu akan bagus. Kalau memang sudah tidak memenuhi syarat untuk menerima ya silakan saja dicoret dan diberi tahu ‘Sampean sudah nggak layak menerima BLT,’ begitu,” jelasnya.

Di sisi lain, data realisasi mencatat jumlah penyaluran BLT dari Dana Desa sudah mencapai Rp3,48 triliun ke 5.806.900 KPM per 1 Juni 2020. Penyaluran mencakup masyarakat di 69.443 desa di seluruh Indonesia.

“Dalam perjalanannya, ternyata yang akan ter-cover hanya sekitar 8 juta karena realisasi dari rumus yang kami terapkan ternyata sudah 5,8 juta atau 47 persen, sehingga nanti tidak sampai 12 juta penerima,” tuturnya.

Bersamaan dengan jumlah penerima yang berkurang, maka kemungkinan penggunaan anggaran Dana Desa untuk BLT juga akan menurun. Sayangnya, Abdul belum menjelaskan bila dana yang sudah dialokasikan tidak terpakai.

Sementara sebelumnya, anggaran BLT diambil dari alokasi Dana Desa untuk pembangunan desa, misalnya pembangunan jembatan, jalan, irigasi, dan lainnya. Namun, tekanan pandemi corona mau tidak mau membuat pemerintah harus mengubah alokasi anggaran program untuk ‘mengisi perut masyarakat’.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia