JAKARTA – Matahari kita adalah obyek masif yang dinamis dan terus berubah. Solar Dynamics Observatory milik NASA baru saja merekam solar flare atau suar Matahari, yaitu ledakan terbesar yang terjadi di bintang tersebut sejak tahun 2017
Padahal baru-baru ini, Matahari disebut memasuki fase kurang aktif atau solar minimum yang dijuluki lockdown. Selama 100 hari di tahun 2020, Matahari tidak menampakkan bintik Matahari apapun. Kini dengan terjadinya solar flare itu, ada kemungkinan Matahari bakal sangat aktif kembali.

“Setelah beberapa bulan aktivitas Matahari yang kecil, ilmuwan mengamati klaster baru ini untuk melihat apakah akan berkembang atau lenyap. Bintik Matahari mungkin saja akan menjadi pertanda dari Matahari meningkat dan lebih aktif,” sebut NASA.

Untuk mengetahui hal itu dengan pasti, masih dibutuhkan waktu beberapa bulan lagi, tepatnya sekitar setengah tahun. Solar flare sendiri merupakan semburan radiasi yang berasal dari bintik Matahari.

Ilmuwan mengkategorikan solar flare dalam tiga jenis, C, M, dan X di mana C adalah terkuat dan X terlemah. Ledakan Matahari kali ini kategorinya adalah M yang berarti bukan ledakan monster dan tidak berdampak pada Bumi.

Ledakan Matahari dalam skala sangat besar seperti diketahui bisa mengganggu perangkat telekomunikasi seperti satelit ataupun sistem kelistrikan di planet ini.

Saat ini, NASA ingin memastikan apakah Solar Minimum di Matahari benar-benar akan berakhir. “Ilmuwan membutuhkan data jangka panjang untuk memberi gambaran tren keseluruhan Matahari dalam daurnya,” sebut NASA.

“Ini merupakan ledakan Matahari kelas M yang pertama terjadi sejak Oktober 2017 dan ilmuwan akan mengamati untuk menyaksikan apakah benar memang Matahari mulai terbangun,” pungkas NASA.

Editor: PARNA
Sumber: detikinet