JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merumahkan sebanyak 800 karyawan kontrak atau karyawan berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama tiga bulan terhitung mulai 14 Mei 2020.

Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan upaya lanjutan demi menjaga keberlangsungan perseroan.

“Kebijakan ini merupakan upaya lanjutan yang perlu ditempuh di samping upaya-upaya strategis lain yang telah kami lakukan untuk memastikan keberlangsungan perusahaan tetap terjaga di tengah kondisi operasional penerbangan yang belum kembali normal selama dampak pamdemi covid-19,” ucapnya dari keterbukaan informasi publik BEI, dikutip Selasa (2/6).

Irfan menyebut keputusan itu diambil dengan memperhatikan kepentingan karyawan dan perusahaan. Keputusan disebutnya melalui kesepakatan antara karyawan dan perusahaan atau bukan keputusan sepihak.

Namun, ia menyebut kebijakan ini hanya bersifat sementara hingga perseroan selesai mengkaji dan mengevaluasi kondisi perusahaan serta peningkatan operasional penerbangan.

“Selama periode tersebut, karyawan yang dirumahkan tetap mendapatkan hak kepegawaian berupa asuransi kesehatan maupun tunjangan hari raya (THR) yang sebelumnya telah dibayarkan,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pilot Garuda (APG) Capt Bintang Muzaini menyebut 181 pilot Garuda Indonesia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) per tanggal 1 Juni 2020. Ia mengaku sudah menyampaikan keberatan atas keputusan perusahaan tersebut.

Pasalnya, keputusan dan kabar PHK disampaikan secara mendadak, tak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan kontrak kerja. Muzaini menyampaikan surat PHK baru disampaikan manajemen Garuda Indonesia sehari sebelum akhir pekan, yakni pada 29 Mei 2020 lalu.

“Itu pun tengah malam pemberitahuannya, pukul 23.39 WIB, yang mana dengan target terhitung tanggal 1 Juni diberhentikan,” jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/6).

“Cuma 3×24 jam pemberitahuannya dan di hari libur panjang Sabtu, Minggu, Senin. Yang seharusnya ada di kontrak sepengetahuan kami itu paling 30 hari atau ada yang lebih ada yang sampai 90 hari, itu juga yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” imbuh dia.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia