Nama Ruslan Buton tenar dalam 24 jam terakhir. Ruslan yang dipecat dari TNI AD ini membuat sebuah kontroversi dengan merekam suara dan meminta Jokowi mundur.

Ruslan menganggap Jokowi tidak pro rakyat, dan menyebut akan ada revolusi jika sang presiden tidak mundur.

Ruslan Buton ditangkap pada Kamis (28/5) di Buton, Sulawesi Tenggara. Berikut kronologi mulai dari rekaman video dari Ruslan hingga saat ia dibekuk:

18 Mei 2020

Ruslan Buton membuat sebuah video yang berisi rekaman suara. Dalam rekaman berdurasi 40 detik tersebut, Ruslan diduga menyampaikan ujaran kebencian yang menyebut bahwa Jokowi tidak pro rakyat, dan jika ia tidak mundur maka akan muncul gelombang revolusi dari seluruh elemen masyarakat.

Bahkan ia menyebut, kemungkinan pertumpahan darah antar anak bangsa akan terjadi jika Jokowi tidak mundur. Dalam video, Ruslan juga menyebut bahwa ia adalah Panglima Serdadu Ekstrimatra Nusantara. Ia mendistribusikan video, di grup WhatsApp Serdadu Esktrimatra.

28 Mei 2020

Setelah melalui serangkaian penyelidikan, Polri akhirnya memutuskan meringkus Ruslan Buton. Ia diciduk oleh Satgassus MP, Polda Sulawesi Tenggara, dan Polres Buton.

Ruslan ditangkap di kediamanya di Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1 Kecamatana Wabula Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Saat ditangkap, polisi mengamankan 1 unit HP Oppo A39 warna Gold, dan 1 buah KTP atas nama Ruslan Buton.

29 Mei 2020

Ruslan mendapat bantuan hukum dari Andita’s Law Firm, kantor advokat yang juga menjadi kuasa hukum dari Mayjen (purn) Kivlan Zein. Menurut Tonin Tachta, yang merupakan bagian dari kantor Advokat tersebut, Ruslan sudah dibawa oleh Polri dengan menggunakan pesawat khusus menuju Direktorat Cyber Bareskrim Mabes Polri pada Jumat (29/5) pukul 09.00 WITA.

Dari informasi yang diterima kumparan, rekam jejak Ruslan cenderung buruk. Ia dipecat dari TNI AD karena terbukti terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode, seorang petani cengkeh di Pulau Taliabu, pada Oktober 2017 lalu.

Oleh Oditur Militer Ambon, Ruslan dijatuhi hukuman yakni penjara 1 tahun 10 bulan dan hukuman tambahan dipecat dari TNI AD. Saat itu, ia menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, dan berpangkat kapten.

Pada akhir 2019 ia bebas dan membentuk membentuk kelompok mantan Prajurit TNI dari 3 Matra Darat, Laut dan Udara yang disebut Serdadu Eks Trimatra Nusantara. Ia lantas menyebut dirinya sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan