Pandemi virus corona memberikan dampak yang signifikan tak hanya bagi sektor kesehatan dan keuangan, tapi juga termasuk proyek strategis.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat progres pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) pengolahan gas alam cair atau LNG sepanjang kuartal I 2020 sedikit terganggu karena pandemi virus corona.

Ada empat PSN LNG yang tengah dijalankan, yakni proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) milik Chevron, proyek Jambaran Tiung Biru milik Pertamina, proyek Lapangan Abadi Blok Masela milik Inpex Corporation dan proyek Tangguh Train III milik BP Berau Ltd.

Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno menyampaikan, salah satu dampak dari gangguan pandemi ini adalah membuat sebagian jadwal produksi tertunda. Seperti proyek Lapangan Abadi Masela.

“Dengan kondisi seperti ini (COVID-19) kita slow down artinya ya Abadi yang kita tahu akan jadi mega proyek di Indonesia akan first drop LNG di 2027. Sekarang boleh kita wait and see,” tuturnya melalui diskusi virtual, Jumat (15/5).

Secara umum potensi penundaan proyek LNG diperkirakan akan terjadi selama 2-3 bulan. Ia pun optimistis pada tahun 2021 proyek-proyek tersebut akan rampung.

“Diprediksi di 2021 itu juga sedikit mengalami kemunduran dan kita sudah melakukan komunikasi intensif dengan player di sana pekerjaan deal dengan proyek tentu saja diprioritaskan yang sifatnya delay (hold sementara),” kata dia.

Investasi Hulu Migas Diprediksi Turun 15 Persen

Ilustrasi Migas, Pertamina Hulu Energi

Pandemi COVID-19 juga menyebabkan investasi mengalami penurunan. SKK Migas memprediksi akan ada penurunan 10 hingga 15 persen investasi di sektor hulu migas pada tahun ini.

Ada pun sepanjang kuartal I 2020, investasi di sektor hulu baru mencapai USD 2,87 miliar. Capaian ini hanya 21 persen dari target USD 13,8 miliar.

“Turun 10-15 persen tahun ini, setelah normal kembali lagi,” kata Julius.

Pada tahun lalu, investasi hulu migas tercatat senilai USD 11,49 miliar atau di bawah target yang ditetapkan sebesar USD 14,7 miliar.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih menyampaikan, salah satu penyebab investor kurang tertarik menanamkan modal di dalam negeri lantaran birokrasi yang panjang.

“Kegiatan usaha hulu migas itu kan sifatnya bagi hasil, kalau bagi hasil pengenaan tax kurang disukai karena birokrasi cukup panjang,” katanya.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto memproyeksi produksi minyak akhir tahun hanya 725 ribu barel per hari (bph), turun dari target dalam program Filling The Gap (FTG) 735 ribu bph.

Sedangkan untuk produksi gas bumi diperkirakan turun dari 5.959 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) ke 5.727 MMSCFD.

Sedangkan capaian lifting minyak pada kuartal I 2020 baru tercapai rata-rata 701,6 ribu bph atau baru 92,9 persen dari target APBN sebesar 755 ribu bph.

Untuk gas bumi, lifting-nya sebesar 5.866 MMSCFD atau 87,9 persen dari target APBN 6.670 MMSCFD. Secara kumulatif, lifting migas sebesar 1,749 juta barel setara minyak per hari atau sekitar 90,4 persen dari target APBN sebesar 1,946 juta barel setara minyak per hari.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan