JAKARTA – Karantina mandiri selama pandemi virus corona membuat peran orang tua lebih beragam, mulai dari guru hingga jadi teman bermain anak. Namun pada momen ini pula, orang tua justru bisa mempererat ‘bonding’ atau ikatan dengan anak. Salah satunya, dengan dongeng.

Bahkan menurut pendongeng Ariyo Zidni, orang tua bisa mendongeng untuk anak sedari mulai buah hati dalam kandungan.

“Usia kandungan 25 minggu ke atas atau bulan ke 7,8, dan 9, sudah bisa, janin sudah terbentuk dan indra perasa sudah berfungsi. Anak bisa merasakan getaran suara orang tua yang jadi bonding pertama,” kata Ariyo saat dihubungi CNNIndonesia.com, awal Mei lalu.

Tak ada salahnya orang tua belajar mendongeng buat anak selama masa pandemi sekarang. Pendongeng yang akrab disapa Kak Aio ini pun memberikan beberapa tips sederhana.

1. Tentukan tujuan

Ketika ingin mendongeng buat anak, hal pertama yang patut dipikirkan orang tua adalah tujuan. Menurut Kak Aio, saat bertujuan mengisi waktu kosong maka dongeng jadi tak sepenuh hati.

Karena itu orang tua disarankan untuk terlebih dulu memfokuskan tujuan. Ia mencontohkan, misalnya menetapkan tujuan untuk mendekatkan diri dengan anak melalui mendongeng. Media dongeng pun bisa dimanfaatkan.

“Kalau saya ke anak-anak saya, tujuannya menciptakan suasana yang menghibur karena saya juga butuh momen itu. Mendongeng itu metode stress relief orang tua, sedangkan anak bisa mendapat hal lain misalnya kosakata baru,” jelas dia.

2. Tak perlu membandingkan diri dengan pendongeng lain

Kadang rasa minder timbul karena melihat contoh-contoh mendongeng dari laman berbagi video Youtube atau siaran Instagram Live. Tapi Kak Aio menyarankan agar para orang tua tidak membandingkan diri dengan para pendongeng.

Pasalnya, para pendongeng punya gaya bercerita sendiri, sedangkan begitu pula dengan orang tua. Sehingga memang tak akan sama.

Young Loving Mother Reads Bedtime Stories to Her Little Beautiful Daughter who Goes to Sleep in Her Bed.Ilustrasi: Saat hendak memulai bercerita, orang tua tak perlu membandingkan diri mereka dengan para pendongeng. Sehingga mengakibatkan tidak percaya diri. Padahal masing-masing orang punya gaya bercerita. (Foto: Istockphoto/Getty Images/gorodenkoff)

3. Tak harus cerita rakyat

Selama ini khazanah dongeng di masyarakat terbatas pada cerita rakyat atau cerita yang mengandung pesan moral. Padahal, kata Kak Aio, dongeng bisa berisi cerita tentang pengalaman sehari-hari yang menarik atau pengalaman kunjungan ke suatu tempat. Cerita seperti ini bakal lebih menarik saat ada foto.

Dia menambahkan, mendongeng juga bisa jadi momen perkenalan akan rekam sejarah keluarga. Pada zaman kakek dan nenek, misalnya, kondisi belum ada listrik, saat Maghrib anak-anak wajib sudah di rumah, pelita terbatas kemudian menceritakan ulang apa yang dilakukan ketika bosan kala itu.

“Anak mendengarkan cerita tentang cerita keluarga, cerita personal, ada hal baru sehingga anak lebih dekat dengan anggota keluarga,” imbuh dia.

4. Tidak perlu memusingkan alat bantu

Rasa enggan mendongeng kadang muncul karena tidak memiliki alat bantu. Alat bantu dianggap akan membuat penyampaian cerita lebih menarik.

Padahal Anda tak seharusnya memusingkan ada tidaknya alat-alat tersebut. Kak Aio menerangkan, alat bantu mendongeng itu bisa apa saja. Bahkan perkakas yang ada di rumah.

Atau tanpa alat bantu sekalipun, orang tua masih memiliki suara, ekspresi serta bahasa tubuh.

“Saya mendongeng tanpa alat bantu, ada tangan dan jari buat bercerita. Saat ada yang diulang-ulang, anak itu mengikuti, saya senang sekali mendapat momen itu, ada bagian yang anak mengikuti,” ujar dia.

5. Luangkan waktu

Kak Aio sangat menyarankan orang tua meluangkan waktu untuk mendongeng. Bukan sekadar mendongeng saat waktu luang.

Kini selama karantina mandiri, sebagian orang tua merasa punya lebih banyak waktu untuk melakukan hobi atau sekadar berselancar di media sosial. Tapi jangan lupa meluangkan waktu untuk anak. Misalnya, anak terbiasa tidur pukul 9 malam, maka Anda bisa mengajak anak masuk kamar setengah jam sebelumnya untuk mendongeng.

“Kalau anak masih kecil, jaraknya kalau bisa nol. Anak dipangku atau berbaring sedekat mungkin. Anak butuh sentuhan, merasakan keberadaan kita secara fisik, bisa transfer energi, kasih sayang, kedekatan,” kata dia.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia