JAKARTA – Sebuah studi awal NYU Grossman School of Medicine menemukan perpaduan antara obat antimalaria, hydroxychloroquine dengan suplemen makanan yang mengandung zinc diklaim lebih efektif menangani pasien Covid-19. Namun begitu hasil penelitian terkait pasien virus corona yang dipublikasikan pada Senin (11/5) lalu ini masih berupa medical preprint, yang artinya belum ditinjau oleh rekan peneliti sejawat.

Temuan itu didapat dari rekam medis sekitar 900 pasien Covid-19. Kondisi ratusan pasien itu kemudian dianalisis, dengan dibagi menjadi dua kelompok. Sebagian diberikan kombinasi hydroxychloroquine, zinc, dan antibiotik azithromycin. Sedangkan sebagian lain hanya mendapat hydroxychloroquine dan azithromycin.

Hasilnya, pasien yang mendapat kombinasi tiga obat memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar untuk pulih dan bisa dipulangkan. Selain itu kemungkinan meninggal pun 44 persen lebih kecil dibandingkan pasien yang diberikan kombinasi dua obat.

Kendati begitu, perbedaan pemberian kombinasi obat itu tak mengubah rata-rata waktu perawatan pasien di rumah sakit (enam hari), waktu pasien pengguna ventilator (lima hari) atau pun total jumlah kebutuhan oksigen.

Dikutip dari AFP, peneliti senior dan spesialis penyakit menular, Joseph Rahimian mengatakan, studi pertama ini memang membandingkan hasil dari kedua kombinasi tersebut. Tapi ia juga mengingatkan bahwa percobaan terkontrol masih diperlukan untuk membuktikan manfaat kombinasi tersebut dan menepis keraguan.

“Langkah logis berikutnya adalah melakukan penelitian prospektif untuk melihat, apakah ini berlaku pasa orang yang Anda beri zinc, lalu kemudian amati lagi dan bandingkan,” kata dia.

Efek positif itu menurut Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban memang bisa saja terjadi. Sebab hal serupa juga ditemukan dalam penggunaan kombinasi obat jenis lain pada pasien infeksi virus corona.

Tapi ia menekankan, penting untuk menunggu hasil pengujian rampung sebelum memastikan kemanjuran sebuah kombinasi obat.

“Chloroquine malaria, itu sama saja. Manfaatnya sama, dosisnya beda sedikit, mekanismenya sama. Tapi apakah buktinya kuat banget? enggak juga. Ada yang berhasil, ada yang tidak. Jadi sama juga chloroquine-avigan dengan yang lain,” tutur Zubairi yang merupakan dokter spesialis penyakit dalam tersebut kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.

Hingga kini, izin yang sudah keluar menurut dia baru sebatas penggunaan obat jenis remdesivir. Itupun oleh Badan Pengawasan Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) hanya berupa izin penggunaan darurat. Zubairi menuturkan, penggunaan remdesivir pun tak mengurangi angka kematian melainkan hanya memperpendek lama perawatan.

“Apakah sudah ada obat pilihan untuk penyakit ini? belum ditemukan. Semuanya masih uji klinik,” imbuh dia lagi.

Untuk hydroxychloroquine, sebelumnya telah diusulkan sebagai pengobatan terhadap virus SARS-CoV-2. Menurut uji coba dalam pengaturan laboratorium, obat ini terbukti memiliki sifat antivirus. Namun uji coba belum dilakukan terhadap manusia.

Trik Makan Sehat Untuk Cegah Corona

Pengujian terhadap manusia tetap perlu dilakukan lantaran berkaitan dengan kemampuan virus untuk memasuki sel dan bereplikasi ketika sudah di dalam sel.

Zinc sendiri memiliki sifat antivirus dan penelitian sebelumnya pun menemukan bahwa mineral ini mampu mengurangi waktu orang menderita pilek.

Rahimian menduga, ada kemungkinan ketika digunakan untuk mengobati pasien Covid-19, zinc lah yang melakukan pengangkatan berat dan zat utama yang menyerang patogen. Sementara hydroxychloroquine, kata dia, bertindak sebagai agen yang mengangkut zinc ke dalam sel untuk meningkatkan kemanjuran.

Bagaimanapun, studi ini masih berupa medical print yang berarti masih perlu penelitian dan pengujian lebih lanjut.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia