JAKARTA – Penyidik KPK menuntaskan berkas perkara tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi (backbone coastal surveillance system) pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Rahardjo Pratjihno. Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT) ini segera disidang.

“Hari ini (12/5/2020) penyidik KPK melaksanakan Tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada tim JPU untuk tersangka Rahardjo Pratjihno (Direktur Utama PT CMIT) dalam perkara dugaan korupsi proyek Backbone Coastal Surveillance System di Bakamla tahun 2016,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (12/5/2020).

Ali mengatakan tim JPU memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Rahardjo Pratjihno bakal diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta.

“JPU dalam waktu 14 hari akan segera melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor dan persidangannya akan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,” sebutnya.

Ali menjelaskan, kerugian negara akibat kasus korupsi proyek di Bakamla itu diduga senilai Rp 54 miliar. Penyidik telah memeriksa sebanyak 59 saksi dalam kasus ini.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka baru, yakni Ketua Unit Layanan dan Pengadaan Leni Marlena, anggota Unit Layanan Pengadaan BCSS Juli Amar Ma’ruf, dan Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT) Rahardjo Pratjihno selaku rekanan BCSS Bakamla.

Kasus ini berawal pada 2016 saat Bambang Udoyo selaku Direktur Data Informasi diangkat menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) kegiatan peningkatan pengelolaan informasi, hukum, dan kerja sama keamanan dan keselamatan laut, serta Leni dan Juki diangkat menjadi Ketua dan anggota ULP di Bakamla.

Pada tahun yang sama, ada usulan anggaran pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) senilai Rp 400 miliar yang bersumber dari APBN-P 2016. Kemudian, ULP Bakamla mengumumkan lelang BCSS dengan pagu anggaran Rp 400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp 399,8 miliar dan PT CMIT, kemudian dinyatakan sebagai pemenang lelang pada September 2016.

Kemudian terjadi pemotongan anggaran oleh Kemenkeu pada Oktober 2016. Meski anggaran yang ditetapkan oleh Kemenkeu untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang.

Lalu, Bambang Udoyo selaku PPK dan Rahardjo selaku Dirut PT CMIT meneken kontrak dengan nilai Rp 170,57 miliar pada 18 Oktober 2016. Kontrak itu disebut bersumber dari APBN-P 2016 dan berbentuk lump sum.

“Ini dari kontrak Rp 170 miliar ada kerugian diperkirakan Rp 54 miliar. Modusnya mungkin mark up, meninggikan harga. Ini sesuatu yang lazim terjadi dalam pengadaan barang dan jasa. Bagaimana KPK atau POM AL mengembalikan kerugian negara? Ini kan yang menikmati kerugian negara kemungkinan besar adalah korporasinya. Maka korporasi yang nanti kita tuntut untuk mengembalikan kerugian negara itu. Mungkin dengan mentersangkakan korporasinya,” kata Wakil Ketua Alexander Marwata di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).

Selain ketiga tersangka itu, sebenarnya ada seorang tersangka lain yang ditetapkan dalam perkara ini, yaitu Bambang Udoyo, yang merupakan militer aktif. Kasus tersebut ditangani POM AL kemudian disidang di Pengadilan Militer Jakarta. Bambang divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus suap pengadaan satellite monitoring di Bakamla.

Editor: PARNA
Sumber: detiknews