Istana Kepresidenan menanggapi keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dituangkan dalam Perpres 64 Tahun 2020.

Deputi II KSP Abetnego menjelaskan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan karena mempertimbangkan kondisi keuangan internal BPJS yang kian terpuruk. Sehingga upaya kenaikan iuran dinilai sebagai bentuk keberlanjutan. Dalam hal ini, jumlah kenaikan pun sudah dikoordinasikan bersama Kementerian Keuangan.

“Itu yang diinformasikan ke kami itu memang dengan angka segitu itu yang memang punya prospek sustainability, keberlanjutan soal iuran pengelolaan BPJS itu,” kata Abetnego kepada wartawan, Kamis (14/5).

Selain itu, saat ini BPJS Kesehatan juga tengah fokus pada perbaikan layanan yang memang kerap dikeluhkan masyarakat. Sebenarnya dalam rencana kenaikan iuran sebelumnya juga menjadi alasan hal itu diusulkan, namun karena sudah dianulir MA maka mereka melanjutkannya pada perpres 64 Tahun 2020.

“Kenaikan itu kan sebenarnya mempertimbangkan aspek itu (pelayanan), jadi ada yang memang di dalam penyesuaian itu juga ada tanggung jawab untuk memperbaiki layanan misalnya informasi rumah sakit pada waktu itu, kemudian digugat,” jelasnya.

Ilustrasi BPJS Kesehatan
Petugas melayani pelanggan di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Senin (9/3). Foto: ANATRA FOTO/M Risyal Hidayat

Di sisi lain, kata dia, kenaikan iuran juga sebagai bentuk penyempurnaan sistem dalam BPJS Kesehatan dibandingkan dengan yang sebelumnya. Dengan kenaikan ini, diharapkan tak akan ada lagi keributan yang terjadi di masyarakat khususnya soal defisit BPJS Kesehatan.

“Saya harus ngecek lagi ada 10 langkah yang dilakukan akan terus diperbaiki dalam pelayanan kecepatan di dalam BPJS kita ini, jadi memang latar belakangnya di situ. Jangan sampai kita mempertahankan yang lama tapi terus ada keributan defisit,” pungkasnya.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan