Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap sejumlah bank yang tak sesuai ketentuan. Ada tujuh bank umum yang disebutkan dalam hasil pemeriksaan selama 2017 hingga 2019 tersebut.

Ketujuh bank tersebut yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Bank Yudha Bhakti Tbk, PT Bank Mayapada Tbk. Ada juga PT Bank Papua, PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk, PT Bukopin Tbk, dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.

Kepala BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, tak masalah mengungkapan ketujuh nama bank tersebut dalam hasil pemeriksaan. Menurutnya, hal itu menjadi transparansi BPK dalam memeriksa kinerja suatu kementerian dan lembaga.

“Jadi kami periksa OJK, kalau ada bank di dalamnya itu adalah sampel, ikut terperiksakan di dalamnya. Namun demikian, yang kami soroti adalah proses pengawasannya yang itu kami ungkap.” ujar Agung saat video conference, Senin (11/5).

Menurut dia, sebagian besar bank yang diawasi OJK itu tidak melakukan komplain, namun mereka mengakui kepada BPK adanya permasalahan.

“Apakah kemudian boleh mengungkapkan nama audited? Biasa-biasa saja. Namanya juga pemeriksaan, yang diperiksa kan jelas, kami yang diperiksa kan jelas ada,” jelasnya.

Ilustrasi Bank Muamalat

BPK menemukan permasalahan yang berkaitan dengan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

“OJK juga dinilai tidak sepenuhnya melakukan pengawasan sesuai dengan ketentuan terhadap penggunaan Fasilitas Kredit Modal Kerja Debitur Inti pada BTN, permasalahan hapus buku kredit di Bank Yudha Bhakti (BYB) dan pemberian kredit yang tidak sesuai dengan prinsip kehatian-hatian,” ujarnya.

Selain itu, penetapan kelulusan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (PKK) seorang direksi dinilai tidak mempertimbangkan pelanggaran penandatanganan kredit di Bank Mayapada, underlying transaction terkait dengan aliran dana dari rekening debitur menjadi Deposito atas nama Komisaris Utama Bank Mayapada, dan perubahan tingkat kolektibilitas kredit di Bank Papua,

“Beragam masalah pun disoroti pada tiap individu perbankan. Mulai dari penggunaan fasilitas kredit modal kerja debitur, permasalahan hapus buku kredit, penetapan kelulusan penilaian kemampuan dan kepatutan seorang direksi,” tulis laporan tersebut.

Ada juga masalah agunan transaksi terkait dengan aliran dana dari rekening debitur menjadi deposito, perubahan tingkat kolektibilitas kredit, koreksi atas kredit bermasalah, penilaian cadangan kerugian penurunan nilai, kewajiban penyediaan modal minimum dan lain sebagainya.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHSP) II-2019, BPK menilai pengawasan OJK terhadap tujuh bank tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut menyebabkan adanya permasalahan mulai dari pelanggaran batas minimum pemberian kredit (BMPK), kecukupan modal, kelaikan direktur, hingga sejumlah penyelewengan pemberian kredit.

“Pengawas Bank Pembangunan Daerah Banten (Bank Banten), Bank Bukopin, dan Bank Muamalat Indonesia (BMI), tidak merekomendasikan untuk melakukan koreksi atas non performing loan (NPL), Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), dan/atau Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai dengan hasil pemeriksaan Tahun 2018,” jelasnya.

Akibat pengawasan yang tersebut menyebabkan penyimpanan ketentuan pada pemberian kredit di BTN yang tidak dapat dideteksi OJK.

Status pengawasan Bank Bukopin per 31 Desember 2017, Bank Banten periode Desember 2018, dan BMI setelah 2019 tidak mencerminkan penyelesaiannya.

“Kesulitan permodalan pada Bank Banten, Bank Bukopin, dan BMI tidak jelas waktu penyelesaiannya,” tulisnya.

BPK merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, agar menginstruksikan kepada Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II, III, dan IV untuk menyusun mekanisme quality control dan quality assurance secara berjenjang, dalam rangka dokumentasi pengawasan, termasuk mengunggah (upload) ke dalam sistem, serta memberikan pembinaan kepada Pengawas Bank dalam rangka melengkapi dokumentasi risk based supervision (RBS) dan integrated risk based supervision (IRBS) sesuai dengan ketentuan periode 2017-2019.

BPK juga merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan Ketua Dewan Audit agar menginstruksikan Deputi Komisioner Audit Internal, Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas, untuk memastikan dokumentasi RBS dan IRBS periode 2017-2019.

“Terdapat penyimpangan ketentuan perbankan pada beberapa bank yang tidak segera ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus/investigasi. Hal tersebut mengakibatkan pelaku tindak pidana perbankan (tipibank) berpotensi menjabat kembali di lembaga jasa keuangan, dan mengulangi perbuatan penyimpangan ketentuan perbankan,” tulisnya.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan