Pemilik perusahaan PT BLEM Samin Tan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Samin Tan yang berstatus tersangka KPK sejak 1 Februari 2019 itu dinilai tak kooperatif dengan proses hukum.

“Tersangka SMT tidak menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai tersangka sebanyak dua kali,” kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (6/5).

Samin Tan ialah kasus dugaan suap pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) di Kementerian ESDM. PT AKT merupakan anak usaha PT BLEM, yang dimiliki Samin Tan.

Ali menuturkan, Samin tak datang dalam pemeriksaan yang diagendakan KPK pada 2 Maret 2020. Surat pemanggilan sudah dikirimkan pada 28 Februari 2020.

Surat kedua disampaikan pada 2 Maret 2020 untuk diperiksa pada 5 Maret 2020. Samin tak memenuhi panggilan itu dan mengirimkan surat dengan alasan sakit disertai keterangan dokter.

Dalam surat itu, Samin mengkonfirmasi akan hadir pada 9 Maret 2020. Namun di hari yang dijanjikan, Samin kembali meminta penundaan dengan alasan masih sakit dan butuh istirahat 14 hari disertai keterangan dokter.

Akhirnya, pada 10 Maret 2020, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Samin. KPK kemudian mencari Samin di sejumlah tempat di antaranya dua rumah sakit di Jakarta, apartemen di kawasan Jaksel, dan beberapa hotel di Jaksel. Namun keberadaannya tak ditemukan.

Keberadaan Samin kini tak diketahui. Samin kemudian jadi DPO sejak 17 April 2020.

Dalam kasusnya, Samin ditetapkan sebagai tersangka usai penyidik KPK menemukan adanya dugaan pemberian suap kepada eks Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih senilai Rp 5 miliar.

Uang suap diduga diberikan agar Eni mengurus terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT AKT di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Atas permintaan Samin, Eni diduga menyanggupi dengan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM di Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di DPR RI.

Untuk Eni Saragih ia merupakan tersangka KPK kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Ia sudah divonis bersalah dalam rasuah itu. Eni dihukum 6 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan penjara.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan