JAKARTA – Lewat fotografi, fotografer Nicoline Patricia Marlina dapat mengeksplorasi dunia fashion serta kekayaan budaya di berbagai negara. Menurutnya, memotret tidak sebatas kegiatan mengambil gambar, tapi juga menggali cerita dari objek yang difoto.
Nicoline memulai kiprahnya di dunia fotografi saat menempuh pendidikan seni rupa di Belanda. Mulanya, ia meniti langkah untuk menjadi seorang fashion designer, namun belakangan ia mendapatkan dorongan untuk beralih menekuni fotografi.

Dia melihat peluang bisnis yang lebih menjanjikan di dunia fotografi. Secara terang-terangan, Nicoline mengatakan, di awal tahun 2000-an industri fashion belum berkembang luas seperti sekarang. Untuk merintis bisnis fashion lokal misalnya, dibutuhkan modal yang besar sehingga Nicoline memutuskan untuk hijrah ke jalur fotografi.

“Secara bisnis jadi freelancer fotografer lebih menjanjikan daripada freelance fashion. Saya Mulai jadi freelance (dengan) motret dokumentasi acara-acara di kampus dan acara di luar. Sempat ada launching butik di Belanda, bantuin foto di sana. Dari launching itu dapat akses ke Amsterdam Fashion Week. (Kemudian) dikenalin model agency untuk motret model, terus akhirnya dapat (pekerjaan) foto untuk majalah,” kata Nicoline kepada detikINET beberapa waktu lalu.

Dalam perjalanannya sebagai fotografer, Nicoline tidak hanya menjajaki fotografi fashion. Ia juga gemar memotret portrait. Dia memotret di berbagai negara dan menemukan berbagai keunikan kultur dan individu di masing-masing tempat yang dikunjungi.

“Kalau aku jadi fotografer potrait karena aku sangat penasaran sama human connection dari setiap personality yang aku ketemu, dari orang yang aku belum pernah ketemu sama sekali tapi aku belajar sesuatu dari mereka. Buat aku salah satu sisi fotografi yang aku paling suka bisa membangun hubungan yang terbangun cuma hitungan menit atau jam,” ujar Nicoline.

Dalam mengabadikan individu, Nicoline menegaskan, ia selalu melakukan pendekatan humanisme. Baginya, seorang fotografer harus menjalin interaksi dengan subjek yang difoto. Khusus untuk foto portrait, gambar-gambar yang diambil Nicoline sudah mendapatkan persetujuan dari orang yang bersangkutan.

“Aku nggak suka foto street portrait yang candid, tanpa persetujuan orangnya. Semua foto yang aku bikin semua atas persetujuan orangnya. Aku nggak suka fotografi yang turun langsung motret orang (tanpa persetujuan), itu kan melanggar privasi seseorang. Penting banget seorang fotografer membangun trust dengan objeknya,” jelas Nicoline.

Dara kelahiran Surabaya itu turut membagikan pengalamannya mengambil foto portrait di berbagai negara. Salah satu kendala yang sering muncul, yaitu bahasa untuk berkomunikasi. Tapi, menurutnya hal itu bukan halangan berarti, karena bisa menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan orang yang hendak dipotret.

“Kalau nggak ada bantuan (penerjemah), pakai senyum lalu tunjukkin kameranya ke mereka, jadi mereka tahu orang mau motret. Kalau mereka senyum balik itu biasanya boleh. Kalau pengrajin aku duduk depan dia dulu baru tunjukkin kameranya. Kalau mereka geleng atau bilang jangan, ya jangan (difoto),” ungkap Nicoline.

Di antara berbagai negara yang telah disinggahi, Nicoline punya kesan melekat pada dua negara, yaitu India dan Maroko. Orang-orang di dua negara itu, menurutnya, punya karakteristik yang berbanding terbalik.

“Ya aku pernah kesulitan banget motret di Maroko. Orang pertama menolak keras, aku pikir mungkin nggak suka difoto, setelah orang kelima kaya gitu juga baru aku tahu, oh emang di daerah ini nggak suka difoto. Beda banget sama India, kalau ngeluarin kamera anak-anak langsung berkumpul, ngeliat hasil fotonya mereka suka,” cerita Nicoline.

Meski demikian, selama pandemi COVID-19 ini, aktivitas memotret Nicoline berkurang signifikan, termasuk juga kegemarannya travelling harus ditunda sementara waktu.

Untuk mengusir jenuh, Nicoline mencari cara agar dapat menyalurkan naluri fotografinya selama berdiam di rumah. Akhirnya, Ia menemukan kesenangan dengan memotret barang-barang yang ada di rumah.

Foto makro
Salah satu objek foto favoritnya adalah tanaman. Berbekal kamera smartphone, dia mengeksplorasi keindahan tanaman dari berbagai sudut, menemukan komposisi dan pencahayaan yang bagus untuk fotonya. Nicoline menggunakan teknik makro untuk memotret tanaman.

“Awalnya bosan di rumah, nggak bisa motret keluar. Tapi akhirnya ketemu kegiatan baru foto benda-benda di rumah, kayak tanaman. Ternyata menyenangkan jadi gak bisa berhenti,” cerita Nicoline.

Memotret makro tanaman di rumah, Nicoline mengandalkan OPPO Reno3 yang memiliki fitur super macro 3cm. Dengan fitur ini Reno3 dapat membidik objek secara detail dari jarak minimal 3 cm.

“Aku lagi suka banget pakai makro untuk foto-foto di rumah. Gambarnya jadi detail. Biasanya kita kalau mau foto makro harus ganti dulu lensa (kamera profesional) yang gede banget, tapi ini (kamera OPPO Reno3) tinggal zoom aja,” imbuh Nicoline.

Sekadar diketahui, selain mode makro OPPO juga membekali kameranya dengan sejumlah fitur menarik. Ada Ultra Dark Mode yang menjanjikan foto terang di kondisi kurang cahaya. Lalu ada fitur 5x Hybrid Zoom dan 20x Digital Zoom. Membuat objek yang cukup jauh dapat terpotret dengan kualitas yang baik.

Foto makro
Namun yang menarik ponsel ini punya fitur 108MP Ultra Clear Image yang memungkinkan Reno3 akan mengambil foto multi-frame dan melalui kecerdasan buatan akan secara otomatis digabungkan. Hasilnya gambar asli dengan pixel yang rendah akan diubah menjadi gambar dengan resolusi tinggi, tajam, dan jelas.

OPPO memberikan kemudahan untuk pemesanan perangkat dan layanan konsultasi personal produk melalui aplikasi WhatsApp di nomor 0815-955-0000. Konsumen dapat menanyakan informasi seputar produk favorit yang ingin dibeli, memilih opsi pengiriman dan pembayaran, kemudian produk akan diantarkan ke rumah secara gratis setelah melakukan pembayaran.

Editor: PARNA
Sumber: detikoto