JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, meragukan keakuratan data dari China terkait wabah virus corona (Covid-19), setelah anggota Kongres AS menyebutkan beberapa laporan intelijen yang menunjukkan indikasi Negeri Tirai Bambu seakan menutupi data.

“Bagaimana kita tahu jika (data) mereka (China) akurat, jumlahnya tampaknya sedikit berada di sisi terang,” kata Trump, dilansir dari AFP, Jumat (3/4).

Meski begitu, Trump menegaskan hubungan AS dengan China masih tetap baik. Dia juga mengaku tetap dekat dengan Presiden China, Xi Jinping.

Kontroversi terkait transparansi data China oleh AS serta prasangka yang dipicu oleh teori konspirasi di China, bahwa militer AS yang harus disalahkan atas munculnya virus corona, terlihat memperburuk hubungan kedua negara.

Partai Republik di Kongres AS sempat menunjukkan sebuah laporan dari media Bloomberg yang mengutip dari sumber intelijen AS, menyatakan bahwa China tidak sepenuhnya jujur mengenai laporan jumlah infeksi dan kematian akibat virus corona.

Dokumen intelijen rahasia yang dikirim ke Gedung Putih pada pekan lalu itu menunjukkan laporan data China sengaja diberikan secara tidak lengkap.

Saat Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, ditanya tentang laporan intelijen tersebut, dia tidak secara langsung menjawab secara jelas. Dia hanya menyebut masih terdapat hal yang lebih penting untuk dilakukan dibandingkan ‘menyalahkan orang lain’.

“Memfitnah, mendiskreditkan, menyalahkan orang lain, atau mengalihkan tanggung jawab tidak dapat menggantikan waktu yang telah hilang. Melakukan kebohongan hanya akan menghabiskan lebih banyak waktu dan menyebabkan lebih banyak nyawa (hilang),” ucap Hua.

Di sisi lain, Senator dari Partai Republik, Ben Sasse, menyebut secara terang-terangan bahwa data-data dari China sebagai ‘propaganda sampah.’

“Klaim bahwa Amerika Serikat memiliki lebih banyak kematian karena virus corona daripada China adalah salah,” kata Sasse.

Sejauh ini, China melaporkan sebanyak 82.394 kasus dan 3.316 kematian akibat virus corona pada Kamis (2/4), berdasarkan perhitungan Universitas Johns Hopkins. Sementara AS melaporkan sebanyak 216.722 kasus dan 5.137 kematian di Amerika Serikat dan menjadi yang tertinggi di dunia.

Dalam sebuah pernyataan menanggapi laporan itu, Anggota Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS, Michael McCaul, mengatakan China bukan mitra yang dapat dipercaya dalam perang melawan virus.

“Mereka berbohong kepada dunia tentang penularan virus dari manusia ke manusia, membungkam para dokter dan jurnalis yang mencoba melaporkan kebenaran, dan sekarang tampaknya menyembunyikan jumlah orang yang terkena dampak penyakit ini,” kata McCaul.

Dia dan anggota parlemen lainnya telah meminta Departemen Luar Negeri untuk meluncurkan penyelidikan terkait laporan tersebut.

Pada Selasa lalu, seorang anggota Gugus Tugas Covid-19 AS, Deborah Birx, mengatakan komunitas medis melihat wabah China sebagai hal yang serius. Namun, dia merasa dampak virus ke China lebih kecil dari yang telah diperkirakan.

“Saya pikir mungkin kita kehilangan sejumlah besar data,” ungkap Deborah.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia