Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengambil langkah untuk mencegah penyebaran virus corona. Ia menyebut kebijakan baru kabinetnya sebagai “intelligente lockdown” (lockdown cerdas) yang akan menerapkan denda tinggi bagi para pelanggar.

Pengumuman kebijakan baru tersebut disampaikan dalam konferensi pers bersama PM Belanda Mark Rutte, Menteri Yustisi dan Keamanan Ferdinand Grapperhaus, Menteri Urusan Medis Martin van Rijn, Menteri Kesehatan Masyarakat, Kesejahteraan dan Olahraga Hugo de Jonge di Den Haag, Senin malam atau Selasa (24/3) pagi WIB.

Kebijakan baru yang lebih keras ditetapkan oleh kabinet menyusul kejadian akhir pekan kemarin, yaitu sebagian orang-orang tidak berdiam di dalam rumah tapi menuju pantai, taman-taman dan hutan-hutan kota.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte

“Itu suatu cara yang ceroboh, meremehkan, dan asosial dalam menyikapi kebijakan. Itu dapat merenggut nyawa, sangat disayangkan. (Kebijakan) ini sangat keras, harus gigih, sebab saat ini kunci kesuksesan sosial kita bersama terletak pada perilaku kita sendiri,” ujar Menteri Yustisi dan Keamanan Ferdinand Grapperhaus.

“Anda saat ini tak bisa memikirkan hal lain lagi sebelum sampai pada lockdown total, itu perkiraan saya. Saya harap kita bisa mencegahnya. Ini adalah lockdown cerdas, ditujukan untuk orang yang sakit. Mereka harus tinggal di rumah,” demikian PM Rutte.

Dikutip dari NRC, kebijakan baru tersebut antara lain semua pertemuan dilarang sampai 1 Juni 2020. Melalui pemberlakukan UU Darurat di semua Kotapraja, para Wali Kota dapat bertindak lebih mudah dan lebih cepat jika ada sekelompok orang berkumpul di luar rumah.

Jika tiga orang atau lebih yang bukan berasal dari satu keluarga berada di luar rumah tanpa menjaga jarak satu sama lain sekurangnya 1,5 meter, maka mereka dapat dijatuhi hukuman denda €400 atau Rp 7 juta per orang.

Anak-anak masih dibolehkan bermain di luar rumah. Menurut Rijksinstituut voor Volksgezondheid en Milieu/RIVM (Lembaga Negara untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan, red) mereka tidak menimbulkan risiko kesehatan.

Sementara itu bagi pengusaha pertokoan yang tidak mematuhi aturan untuk memaksa mengambil jarak sosial, misalnya dengan memasang tanda di lantai agar jelas supaya pelanggan menjaga jarak 1,5 meter, dapat dikenai denda sampai €4.000 atau sekitar Rp 70 juta. Walikota dapat menutup toko tersebut.

Ketentuan karantina mandiri di rumah lebih keras lagi: jika satu anggota keluarga mengalami demam, maka seluruh keluarga tidak boleh ke luar rumah, jadi bagi yang sehat juga harus tetap berdiam di dalam rumah.

Juga semua acara dan pertemuan dilarang sampai 1 Juni. Batasan maksimal jumlah 100 orang dalam suatu pertemuan, yang berlaku sampai akhir pekan kemarin, dibatalkan menjadi semua bentuk pertemuan dilarang, berapa pun jumlahnya. Pengecualian terbatas berlaku bagi prosesi pemakaman dan pernikahan menurut ritual agama.

Acara seperti Koningsdag (Hari Raja, hari nasional untuk merayakan ulang tahun Raja, red) dan Bevrijdingsdag (Hari Pembebasan) untuk tahun ini ditiadakan. Peringatan 75 tahun pembebasan akan dirayakan dalam senyap. Juga Nationale Dodenherdenking (Hari Nasional Mengenang Mereka yang Gugur, red) di alun-alun Dam, Amsterdam, akan diselenggarakan dengan format tidak seperti biasa.

Kabinet memutuskan kebijakan, Wali Kota melaksanakan dengan menggunakan UU Darurat. Dengan kebijakan baru tersebut, para Wali Kota juga dapat menutup taman-taman kota, pertokoan, dan kawasan pantai jika masih saja ada orang-orang yang ramai-ramai ke sana. Juga pasar-pasar dapat ditutup paksa jika ketentuan jarak 1,5 meter tidak ditaati.

Para Walikota mempunyai kewenangan tersebut sebab mereka berdasarkan UU harus melaksanakan kebijakan untuk penanggulangan penyebaran penyakit menular.

Wali Kota dapat mengirim polisi dan menutup ruang publik atas alasan keamanan. Kewenangan tersebut misalnya kadang diterapkan pada unjuk rasa atau pertandingan sepakbola, tapi kini ditarik jadi pasal karet demi menanggulangi virus corona.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan