Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Batam mendesak Pemko Batam aktif menanyakan perihal kejelasan aturan penghapusan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) sebesar 10 persen.

Pasalnya, penerapan aturan itu diyakini dapat mendongkrak tingkat okupansi atau hunian hotel, yang jumlahnya terus menurun dari waktu ke waktu seiring merebaknya penyakit Covid-19.

Seperti diketahui, pemerintah pusat membuat kebijakan penghapusan PHR terhitung
sejak awal Maret 2020 untuk beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Batam.

Tujuan penghapusan itu tak lain untuk tetap menjaga iklim pariwisata di wilayah tersebut tetap tumbuh.

”Sampai sekarang belum ada petunjuk teknisnya. Harusnya pemerintah daerah jemput
bola,” kata Ketua PHRI Batam, Muhammad Mansur, Selasa (10/3/2020).

Ia menyebutkan, hal ini perlu dilakukan agar tidak ada kesalahpahaman antara pelanggan, hotel dan restoran, termasuk juga pemerintah daerah, lantaran pemerintah pusat telah menyebut aturan pembebesan pajak itu berlaku mulai awal Maret lalu.

”Takutnya, pelanggan nanti komplain (mengira bebas pajak telah berlaku). Sekarang kan belum, petunjuk teknisnya belum ada,” papar dia.

Ia menyebutkan, pihaknya mendukung rencana pembebasan PHR selama enam bulan tersebut, yang menurutnya akan meberi stimulus bagi perkembangan dunia usaha
pariwisata, khususnya hotel dan restoran.

Mengingat, okupansi hotel turun drastis sejak wabah penyakit yang disebabkan virus corona itu menyerang sejak awal tahun lalu.

”Sekarang okupansi hotel rendah sekali, rata-rata 30 persen. Sangat turun. Padahal
biasanya weekday (hari biasa) 60 persen dan weekend (akhir pekan) sampai 90 persen,” terangnya.

Ia bahkan mencontohkan, kasus tutupnya hotel di Batam. Hal ini, kata dia, adalah bukti sektor pariwisata sedang tidak sehat, apalagi kini diterpa isu virus corona.
Pengunjung salah satu hotel di Kalimantan Timur memilih menu makanan halal, beberapa waktu lalu. Foto: Anggi Praditha/Kaltim Post/ jpg

”Berat sekarang, kenyataannya begitu. Salah satu contoh, Formosa Hotel, kalau tidak ada masalah, tak mungkin cabut bosnya kabur, red),” ujarnya.

Selain berharap insentif dari pemerintah, ia juga meminta semua pihak agar bahu membahu menjaga Batam.

Termasuk, membatasi informasi tidak jelas seputar virus corona.

”Sampaikan Batam ini aman, tak ada yang terjangkiti corona. Sejauh ini kan tidak ada yang positif,” pungkasnya.

Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Batam, Udin P Sihaloho, mendorong Pemko Batam lebih proaktif lagi untuk mempertanyakan petunjuk teknis (juknis) pemberlakukan
penghapusan pajak hotel dan restoran dari pemerintah pusat.

”Kita tidak bisa menilai pemerintah pusat itu lamban. Kadang daerah itu juga yang
perlu proaktif,” ujar Udin, saat ditemui di DPRD Batam, Selasa (10/3/2020).

Ia menilai, sejauh ini perhatian pemerintah pusat ke Kepri sudah sangat baik selama ini. Salah satu contohnya pemilihan lokasi observasi pada masyarakat yang dari Wuhan, dibawa ke Natuna.

Sebab, sebetulnya masih banyak daerah lain yang bisa dijadikan lokasi observasi.

”Ini rencananya minggu depan, kita akan coba berkoordinasi dengan mereka untuk mendorong bagaimana sebenarnya juknis yang dilakukan untuk daerah yang mendapatkan bantuan hibah tersebut,” tuturnya.

Dalam koordinasi itu juga, kata Udin, aturan penghapusan pajak hotel dan restoran itu nantinya juga harus diketahui oleh DPRD Batam.

Termasuk, dengan bantuan sebesar Rp 3,3 triliun kepada 10 daerah destinasi wisata, termasuk Batam, yang nanti nya akan diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

”10 daerah destinasi wisata yang tadinya diharapkan berjalan dengan normal. Tapi adanya wabah virus corona ini, dipandang perlu untuk mendapatkan bantuan dari pusat ke daerah,” jelasnya.

“Dan salah satu yang masuk itu Batam. Ini memang sangat terasa. Metodenya seperti apa pemberian dari anggaran tersebut, apakah pusat itu akan memberi bantuan fisik atau bagaimana,” jelas anggota dewan dari Fraksi PDI Pejuangan itu.

Sementara, terkait rencana Pemko Batam yang sudah menyiapkan draf Perwako mengenai aturan itu, Udin menilai hal itu tidak bisa dilakukan karena juknis dari pusat belum turun ke daerah.

Sebab, ia tidak mau nantinya juknis dari pusat dan isi Perwako bertolak belakang karena harus mengikuti juknis yang disampaikan pemerintah pusat.

”Salah satunya adalah, bagaimana mereka menggelontorkan dana ini tadi,” jelasnya.

“Itu yang perlu dulu dan pastinya dalam penggunaan anggaran itu juga akan mendapatkan sorotan khusus,” kata dia lagi.

Jangan sampai lanjutnya, anggaran yang digelontorkan itu melenceng ke tujuan yang lain.

Editor: PARNA
Sumber: batampos